Kamis, 14 Juli 2011

Buat STRESS!!!

Pertanyaan ini pernah diajukan kepada saya semasa duduk di bangku sekolah dasar. Setamat sekolah lanjutan tingkat atas, saya kembali mendapatkan pertanyaan serupa, dan setelah sekian tahun, saya kembali ke bangku kuliah, eh ketemu pertanyaan itu lagi.
Awalnya saya mengira pertanyaan itu cuma iseng belaka, dan saya tidak terlalu peduli sebelumnya. Tetapi di bangku kuliah itu saya mendapatkan kenyataan sejarah pertanyaan tersebut. Pertanyaan ini merupakan tes psikologi yang pernah membuat para profesional pasang muka kecewa karena salah menjawab. Celakanya lagi, ternyata beberapa anak-anak yang baru duduk di bangku Taman Kanak-kanak mampu menjawab dengan tepat pertanyaan tersebut.
Berikut pertanyaannya:
  1. Bagaimanakah cara memasukkan gajah ke kulkas?
  2. Bagaimanakah cara memasukkan jerapah ke kulkas?
  3. Raja hutan memanggil seluruh binatang untuk menghadiri konferensi hewan. Siapakah yang tidak hadir?
  4. Para penjelajah hutan hendak menyeberangi sungai yang merupakan sarang buaya yang buas. Bagaimanakah cara mereka hingga bisa sampai di seberang?
Yang nggak bisa menjawab pertanyaan di atas artinya orang tersebut tidak dapat mengambil pelajaran dari pengalaman yang telah dilaluinya...
Wallahua'lam

Selasa, 12 Juli 2011

Mengapa COx Menjadi Polutan yang Penting?

COx merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau sehingga keberadaannya tidak dapat diindera oleh manusia tanpa menggunakan alat khusus. Selain itu COx, dalam bentuk CO merupakan gas yang sangat beracun dengan mekanisme mengikat erat pada haemoglobin darah yang mengakibatkan berkurang atau tidak adanya lagi tempat ikatan bagi O2 yang diperlukan oleh jaringan tubuh. Kurangnya asupan oksigen pada jaringan tubuh akan sangat berbahaya, karena tanpa oksigen, metabolisme di jaringan tersebut akan terganggu bahkan tidak dapat terjadi, sehingga jaringan menjadi iskemia dan pada akhirnya akan mengalami nekrose (kematian/kerusakan).
Sumber pencemaran udara, COx, dapat diproduksi secara alami maupun sebagai akibat aktifitas manusia. Karbonmonoksida yang terdapat di alam terbentuk dari salah satu proses sebagai berikut:
1. Pembakaran tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang mengandung karbon.
2. Reaksi antara karbondioksida dean komponen yang mengandung karbon pada suhu tinggi.
3. Pada suhu tinggi, karbondioksida terurai menjadi karbonmonoksida dan oksigen.
Secara alamiah CO diproduksi oleh hydrozoa (siphonophores), suatu mahluk laut juga oleh reaksi-reaksi kimia yang terjadi di dalam atmosfer. Oksidasi tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang mengandung karbon terjadi jika jumlah oksigen yang tersedia kurang dari jumlah yang dibutuhkan untuk pembakaran sempurna dimana dihasilkan karbondioksida.
Pembentukan karbon monoksida hanya terjadi jika reaktan yang ada terdiri dari karbon dan oksigen murni. Jika yang terjadi adalah pembakaran komponen yang mengandung karbon di udara, prosesnya lebih kompleks dan terdiri dari beberapa tahap reaksi. Reaksi antara karbondioksida dan komponen yang mengandung karbon pada suhu tinggi dapat menghasilkan karbonmonoksida dengan reaksi sebagai berikut:
CO2 + C  2CO
Reaksi ini sering terjadi pada suhu tinggi yang umumnya terdapat pada industri-industri, misalnya pada pembakaran didalam furnis. CO yang diproduksi dengan cara ini mempunyai keuntungan dan diperlukan pada beberapa proses, misalnya pada furnis cepat (blast furnace) dimana CO bertindak sebagai komponen pereduksi dalam produksi besi dari besi oksida.
Pada kondisi di mana jumlah oksigen cukup untuk melakukan pembakaran lengkap terhadap karbon kadang-kadang terbentuk juga CO. Keadaan ini disebabkan pada suhu tinggi CO2 akan terdisosiasi menjadi CO dan O. karbondioksida dan CO terdapat pada keadaan ekuilibrium pada suhu tinggi dengan reaksi sebagai berikut:
CO2  CO + O
Berbagai proses geofisika dan biologis diketahui dapat memproduksi CO. Proses-proses trersebut misalnya aktivitas vulkanik, emisi gas alami, pancaran listrik dari kilat, germinasi dan pertumbuhan benih, dan sumber lain. Tetapi kontribusi CO ke atmosfer yang disebabkan proses-proses tersebut relatif kecil. Pembebasan CO ke atmosfer sebagai akibat aktivitas manusia lebih nyata, misalnya dari transportasi, pembakaran minyak, gas, arang atau kayu, proses-proses industri seperti industri besi, petroleum, kertas dan kayu, pembuangan limbah padat, dan sumber-sumber lain termasuk kebakaran hutan.
Transportasi menghasilkan CO paling banyak di antara sumber-sumber CO lainnya, terutama dari kendaraan-kendaraan yang menggunakan bensin sebagai bahan bakar.
Sumber CO yang kedua adalah pembakaran hasil-hasil pertanian seperti sampah, sisa-sisa kayu dihutan, dan sisa-sisa tanaman diperkebunan. Proses pembakaran tersebut sengaja dilakukan untuk berbagai tujuan, misalnya mengontrol hama termasuk insekta dan mikroorganisme, mengurangi resiko kebakaran hutan yang tidak dikehendaki, mengurangi volume sampah dan bahan buangan, dan membersihkan serta memperbaiki mutu tanah.
Sumber CO yang ketiga setelah transportasi dan pembakaran adalah proses-proses industri. Dua industri yang merupakan sumber CO terbesar yaitu industri besi dan baja. Karbonmonoksida dihasilkan selama beberapa tahap proses dalam produksi besi dan baja. Dalam industri petroleum, CO dibebaskan selama regenerasi katalis.
Karbon monoksida memiliki efek radiative forcing secara tidak langsung dengan menaikkan konsentrasi metana dan ozon troposfer melalui reaksi kimia dengan konstituen atmosfer lainnya (misalnya radikal hidroksil OH-) yang sebenarnya akan melenyapkan metana dan ozon, sehingga ozon di atmosfer menjadi semakin tipis. Dengan proses alami di atmosfer, karbon monoksida pada akhirnya akan teroksidasi menjadi karbon dioksida. Konsentrasi karbon monoksida memiliki jangka waktu pendek di atmosfer, karena akan segera bereaksi dengan senyawa kimia lainnya di lapisan atmosfer termasuk O3 (Ozon) membentuk senyawa-senyawa berbeda lainnya.
Karbon dioksida yang merupakan hasil oksidasi alami karbon monoksida merupakan gas rumah kaca yang penting, walaupun terdapat gas rumah kaca yang lainnya seperti SO2, NO, NO2, CH4, dan CFC, namun CO2 paling banyak dihasilkan dan merupakan sebab yang siginifikan dalam pemanasan global (Setiono, Masjhur, dan Alisyahbana, 1998: 42). Karbon dioksida memiliki sifat menyerap panas sehingga panas terperangkap di dalam atmosfir bumi dan memanaskan iklim.
Manusia telah meningkatkan jumlah karbondioksida yang dilepas ke atmosfer ketika mereka membakar bahan bakar fosil, limbah padat, dan kayu untuk menghangatkan bangunan, menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik. Pada saat yang sama, jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbondioksida semakin berkurang akibat perambahan hutan untuk diambil kayunya maupun untuk perluasan lahan pertanian.
Walaupun lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi karbondioksida di atmosfer, aktivitas manusia yang melepaskan karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk menguranginya. Pada tahun 1750, terdapat 281 molekul karbondioksida pada satu juta molekul udara (281 ppm). Pada Januari 2007, konsentrasi karbondioksida telah mencapai 383 ppm (peningkatan 36 persen). Jika prediksi saat ini benar, pada tahun 2100, karbondioksida akan mencapai konsentrasi 540 hingga 970 ppm. Estimasi yang lebih tinggi malah memperkirakan bahwa konsentrasinya akan meningkat tiga kali lipat bila dibandingkan masa sebelum revolusi industri.

Mengapa COx Menjadi Polutan yang Penting?

COx merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau sehingga keberadaannya tidak dapat diindera oleh manusia tanpa menggunakan alat khusus. Selain itu COx, dalam bentuk CO merupakan gas yang sangat beracun dengan mekanisme mengikat erat pada haemoglobin darah yang mengakibatkan berkurang atau tidak adanya lagi tempat ikatan bagi O2 yang diperlukan oleh jaringan tubuh. Kurangnya asupan oksigen pada jaringan tubuh akan sangat berbahaya, karena tanpa oksigen, metabolisme di jaringan tersebut akan terganggu bahkan tidak dapat terjadi, sehingga jaringan menjadi iskemia dan pada akhirnya akan mengalami nekrose (kematian/kerusakan).
Sumber pencemaran udara, COx, dapat diproduksi secara alami maupun sebagai akibat aktifitas manusia. Karbonmonoksida yang terdapat di alam terbentuk dari salah satu proses sebagai berikut:
1. Pembakaran tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang mengandung karbon.
2. Reaksi antara karbondioksida dean komponen yang mengandung karbon pada suhu tinggi.
3. Pada suhu tinggi, karbondioksida terurai menjadi karbonmonoksida dan oksigen.
Secara alamiah CO diproduksi oleh hydrozoa (siphonophores), suatu mahluk laut juga oleh reaksi-reaksi kimia yang terjadi di dalam atmosfer. Oksidasi tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang mengandung karbon terjadi jika jumlah oksigen yang tersedia kurang dari jumlah yang dibutuhkan untuk pembakaran sempurna dimana dihasilkan karbondioksida.
Pembentukan karbon monoksida hanya terjadi jika reaktan yang ada terdiri dari karbon dan oksigen murni. Jika yang terjadi adalah pembakaran komponen yang mengandung karbon di udara, prosesnya lebih kompleks dan terdiri dari beberapa tahap reaksi. Reaksi antara karbondioksida dan komponen yang mengandung karbon pada suhu tinggi dapat menghasilkan karbonmonoksida dengan reaksi sebagai berikut:
CO2 + C  2CO
Reaksi ini sering terjadi pada suhu tinggi yang umumnya terdapat pada industri-industri, misalnya pada pembakaran didalam furnis. CO yang diproduksi dengan cara ini mempunyai keuntungan dan diperlukan pada beberapa proses, misalnya pada furnis cepat (blast furnace) dimana CO bertindak sebagai komponen pereduksi dalam produksi besi dari besi oksida.
Pada kondisi di mana jumlah oksigen cukup untuk melakukan pembakaran lengkap terhadap karbon kadang-kadang terbentuk juga CO. Keadaan ini disebabkan pada suhu tinggi CO2 akan terdisosiasi menjadi CO dan O. karbondioksida dan CO terdapat pada keadaan ekuilibrium pada suhu tinggi dengan reaksi sebagai berikut:
CO2  CO + O
Berbagai proses geofisika dan biologis diketahui dapat memproduksi CO. Proses-proses trersebut misalnya aktivitas vulkanik, emisi gas alami, pancaran listrik dari kilat, germinasi dan pertumbuhan benih, dan sumber lain. Tetapi kontribusi CO ke atmosfer yang disebabkan proses-proses tersebut relatif kecil. Pembebasan CO ke atmosfer sebagai akibat aktivitas manusia lebih nyata, misalnya dari transportasi, pembakaran minyak, gas, arang atau kayu, proses-proses industri seperti industri besi, petroleum, kertas dan kayu, pembuangan limbah padat, dan sumber-sumber lain termasuk kebakaran hutan.
Transportasi menghasilkan CO paling banyak di antara sumber-sumber CO lainnya, terutama dari kendaraan-kendaraan yang menggunakan bensin sebagai bahan bakar.
Sumber CO yang kedua adalah pembakaran hasil-hasil pertanian seperti sampah, sisa-sisa kayu dihutan, dan sisa-sisa tanaman diperkebunan. Proses pembakaran tersebut sengaja dilakukan untuk berbagai tujuan, misalnya mengontrol hama termasuk insekta dan mikroorganisme, mengurangi resiko kebakaran hutan yang tidak dikehendaki, mengurangi volume sampah dan bahan buangan, dan membersihkan serta memperbaiki mutu tanah.
Sumber CO yang ketiga setelah transportasi dan pembakaran adalah proses-proses industri. Dua industri yang merupakan sumber CO terbesar yaitu industri besi dan baja. Karbonmonoksida dihasilkan selama beberapa tahap proses dalam produksi besi dan baja. Dalam industri petroleum, CO dibebaskan selama regenerasi katalis.
Karbon monoksida memiliki efek radiative forcing secara tidak langsung dengan menaikkan konsentrasi metana dan ozon troposfer melalui reaksi kimia dengan konstituen atmosfer lainnya (misalnya radikal hidroksil OH-) yang sebenarnya akan melenyapkan metana dan ozon, sehingga ozon di atmosfer menjadi semakin tipis. Dengan proses alami di atmosfer, karbon monoksida pada akhirnya akan teroksidasi menjadi karbon dioksida. Konsentrasi karbon monoksida memiliki jangka waktu pendek di atmosfer, karena akan segera bereaksi dengan senyawa kimia lainnya di lapisan atmosfer termasuk O3 (Ozon) membentuk senyawa-senyawa berbeda lainnya.
Karbon dioksida yang merupakan hasil oksidasi alami karbon monoksida merupakan gas rumah kaca yang penting, walaupun terdapat gas rumah kaca yang lainnya seperti SO2, NO, NO2, CH4, dan CFC, namun CO2 paling banyak dihasilkan dan merupakan sebab yang siginifikan dalam pemanasan global (Setiono, Masjhur, dan Alisyahbana, 1998: 42). Karbon dioksida memiliki sifat menyerap panas sehingga panas terperangkap di dalam atmosfir bumi dan memanaskan iklim.
Manusia telah meningkatkan jumlah karbondioksida yang dilepas ke atmosfer ketika mereka membakar bahan bakar fosil, limbah padat, dan kayu untuk menghangatkan bangunan, menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik. Pada saat yang sama, jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbondioksida semakin berkurang akibat perambahan hutan untuk diambil kayunya maupun untuk perluasan lahan pertanian.
Walaupun lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi karbondioksida di atmosfer, aktivitas manusia yang melepaskan karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk menguranginya. Pada tahun 1750, terdapat 281 molekul karbondioksida pada satu juta molekul udara (281 ppm). Pada Januari 2007, konsentrasi karbondioksida telah mencapai 383 ppm (peningkatan 36 persen). Jika prediksi saat ini benar, pada tahun 2100, karbondioksida akan mencapai konsentrasi 540 hingga 970 ppm. Estimasi yang lebih tinggi malah memperkirakan bahwa konsentrasinya akan meningkat tiga kali lipat bila dibandingkan masa sebelum revolusi industri.
Itulah mengapa COx menjadi polutan yang sangat penting untuk dipantau, dan progress peningkatannya menjadi lebih cepat dari yang lain dengan menempati urutan teratas, yaitu 55% dari seluruh unsure pencemar di udara.

Senin, 11 Juli 2011

Jawaban Soal Latihan Ujian Mata Kuliah KESLING Pemukiman dan Perkotaan

Kalo ada yang keliru, tolong dikonfirmasi. Terima kasih atas kerjasamanya…

  1. D
  2. C
  3. E
  4. D
  5. B
  6. A
  7. C
  8. E
  9. B
  10. C
  11. A
  12. B
  13. D, E
  14. D
  15. C
  16. D
  17. C
  18. A
  19. A
  20. A
  21. A
  22. E
  23. B
  24. D
  25. A, B, D, E
  26. A
  27. -----
  28. D
  29. C
  30. C
  31. B
  32. B
  33. B
  34. B
  35. D
  36. C
  37. C
  38. A
  39. D
  40. D
  41. D
  42. B
  43. C
  44. B
  45. B
  46. C
  47. C
  48. D
  49. A
  50. A

Essay

  1. -Ini komponen kota:

a. Penduduk (manusia, flora, fauna)

b. Pemerintah

c. Pembangunan fisik (konfigurasi, density, diferensiasi, dan konektiviti)

d. Sumber daya (air, energy, materi, dan sumber daya manusia)

e. Fungsi (pemukiman, pekerjaan, rekreasi, transportasi, dan informasi)

-Pada kesimpulan juga disebutkan ‘agar tujuan pembangunan kota dapat mendukung terutama kehidupan social dan ekonomi maka perancangan kota perlu mempertimbangkan: ekonomi, kependudukan, transportasi, lingkungan, fasilitas umum, tataguna lahan, perumahan dan bangunan umum, nilai-nilai estetika, administrasi dan hukum, analisa biaya dan modal, dan lain-lain’.

Jadi, mana menurut kalian jawabannya? Kalo saya pilih yang pertama.

2. Pengertian kota dan hutan kota:

a. Kota adalah:

- Suatu areal dimana terdapat atau terjadi pemusatan penduduk dengan kegiatannya dan merupakan tempat konsentrasi penduduk dan pusat aktifitas perekonomian (seperti indutri, perdagangan, dan jasa)

- Kota merupakan sebuah system, baik secara fisik, maupun secara social ekonomi, bersifat tidak stastis yang sewaktu-waktu dapat menjadi tidak beraturan dan susah untuk dikontrol

- Mempunyai pengaruh terhadap lingkungan fisik seperti iklim dan sejauh mana pengaruh itu sangat tergantung kepada perencanaannya.

b. Hutan kota:

- Hutan kota adalah ruangan terbuka hijau (Green Spaces) yang ditumbuhi oleh pohon-pohon yang terdiri dari hutan yang ada di dalam atau didekat kota, jalur hijau, pinggiran jalan, dan jalur pemisah jalan yang ditumbuhi pohon pinggir jalan kereta api dan tempat-tempat rekreasi seperti taman kota dan lapangan golf (Soemarwoto, 1983).

- Hutan kota adalah merupakan satu bentuk dari kawasan bervegetasi di dalam ekosistem perkotaan (KLH, 2000)

3. 3. Perbedaan penilaian pemukiman menurut APHA dan Depkes RI:

- APHA menggunakan system angka score hukuman, dimana semakin tinggi angka score hukuman maka pemukiman tersebut semakin tidak sehat. Penggolongannya adalah baik (good), dapat diterima (acceptable), garis batas (border line), dibawah standar (sub standard), dan tidak layak (unfit).

- Depkes RI menggunakan score dengan terlebih dahulu menentukan nilai-nilai atas berbagai macam keadaan rumah. Semakin tinggi score, berarti pemukiman semakin sehat. Penggolongannya adalah rumah baik, cukup, kurang, dan tidak sehat.

4. 4. Latar belakang mengapa diperlukan hutan kota:

a. Rekreasi di alam bebas sudah merupakan kebutuhan bagi penduduk perkotaan yang dalam hidup sehari-harinya penuh dengan ketegangan dan kebisingan.

b. Taman-taman di kota merupakan salah satu tempat untuk melepaskan ketegangan dan stres sehingga diperoleh kesegaran baik jasmani maupun rohani.

c. Pada dekade menjelang tahun 2008 ini, kualitas lingkungan hidup di kota-kota besar cenderung mengalami penurunan seiring dengan pesatnya pembangunan yang dilaksanakan.

5. 5. Penurunan kualitas kota terjadi karena:

a. Pertambahan penduduk yang disebabkan baik oleh urbanisasi maupun kelahiran memerlukan perluasan pemukiman, hal ini menyebabkan berubahnya fungsi dari kawasan bervegetasi yang ada di dalam kota-kota besar.

b. Semakin berkurangnya kawasan bervegetasi menyebabkan meningkatnya run off, luas resapan air di kota-kota besar berkurang sehingga dapat menimbulkan banjir atau genangan sepanjang tahun khususnya pada musim hujan. Itu dikarenakan debit air yang masuk ke parit dan sungai meningkat, sedangkan persediaan air tanah berkurang serta menambah kritisnya cadangan air tanah.

c. Berkembangnya daerah-daerah industry sehubungan dengan tenaga buruh dan fasilitas yang berkaitan dengan pembangunan industry dan fasilitas distribusi hasil industry mudah didapat.

d. Kota-kota besar di Indonesia umumnya terletak di tepi pantai, sedangkan ekosistem pantai umumnya sudah rusak yang disebabkan karena penambangan batu karang, penggalian pasir laut, banyak hutan pantai yang telah dikonversi untuk tujuan lain sehingga sebagai akibatnya laju abrasi di pantai semakin meningkat.

e. Mobilitas masyarakat perkotaan umumnya jauh lebih tinggi daripada masyarakat pedesaan sehingga diperlukan alat angkutan yang merupakan salah satu dari sumber pencemaran.

f. Pola kehidupan di perkotaan yang bersifat rutin dan perilaku masyarakat perkotaan yang individualitik menimbulkan dampak fisiologis dan psikologis yang kurang sehat bagi penduduk perkotaan.

Jumat, 08 Juli 2011

PENCEMAR COx dan SOx

PENCEMAR UDARA COx dan SOx


(gambar, ilustrasi, tabel, dan diagram nanti baru dilengkapi-malas upload)

Latar Belakang

Pertumbuhan aktivitas ekonomi dan urbanisasi yang cukup tinggi baik diperkotaan dan subperkotaan berpotensi besar dalam peningkatan penggunaan konsumsi energi, seperti pada kebutuhan bahan bakar guna pembangkit tenaga listrik, tungku-tungku industri dan transportasi. Pembakaran bahan bakar ini merupakan sumber-sumber pencemar utama yang dilepaskan ke udara, seperti COx, NOx, SOx, SPM (suspended particulate matter), Ox dan berbagai logam berat.

Dari studi-studi literatur digambarkan bahwa secara global sektor transportasi sebagai tulang punggung aktifitas manusia mempunyai kontribusi yang cukup besar bagi pencemaran udara, 44 % TSP (total suspended particulate), 89 % hidrokarbon, 100 % PB, dan 73 % NOx. Sementara dari data inventarisasi Bapedal menunjukkan bahwa di Jakarta emisi yang di lepaskan ke udara sebagai dampak penggunaan konsumsi energi mencakup 15 % TSP, 16 % NOx, dan 63 % SOx . Berlebihnya tingkat konsentrasi zat pencemar seperti tersebut di atas, hingga melampaui ambang batas toleransi yang diperkenankan akan mempunyai dampak negatif yang berbahaya terhadap lingkungan, baik bagi manusia, tumbuh-tumbuhan, hewan dan rusaknya benda-benda (material) serta berpengaruh pada kualitas air hujan (hujan asam), yang berakibat pada mata rantai berikutnya yaitu pada ekosistem flora dan fauna.

Dampak Terhadap Manusia
Pada tingkat konsentrasi tertentu zat-zat pencemar udara dapat berakibat langsung terhadap kesehatan manusia, baik secara mendadak atau akut, menahun atau kronis/sub-klinis dan dengan gejala-gejala yang samar. Dimulai dari iritasi saluran pernafasan, iritasi mata, dan alergi kulit sampai pada kanker paru. Gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pencemaran udara dengan sendirinya mempengaruhi daya kerja seseorang, yang berakibat turunnya nilai produktivitas serta mengakibatkan kerugian ekonomis pada jangka panjang dan timbulnya permasalahan sosial ekonomi keluarga dan masyarakat. Dampak buruk polusi udara bagi kesehatan manusia tidak dapat dibantah lagi, baik polusi udara yang terjadi di alam bebas (Outdoor air polution) ataupun yang terjadi di dalam ruangan (Indoor air polution), polusi yang terjadi di luar ruangan terjadi karena bahan pencemar yang berasal dari industri, transportasi, sementara polusi yang terjadi di dalam ruangan dapat berasal dari asap rokok, dan gangguan sirkulasi udara.
Ada tiga cara masuknya bahan pencemar udara kedalam tubuh manusia, yaitu melalui inhalasi, ingestasi, dan penetrasi kulit. Inhalasi adalah masuknya bahan pencemar udara ke tubuh manusia melalui sistem pernafasan, seperti terlihat pada gambar 1.

Gambar 1.
Ukuran dan Penetrasi Partikel ke Dalam Sistem Pernafasan

Bahan pencemar ini dapat mengakibatkan gangguan pada paru-paru dan saluran pernafasan, selain itu bahan pencemar ini kemudian masuk dalam peredaran darah dan menimbulkan akibat pada alat tubuh lain. Bahan pencemar udara yang berdiameter cukup besar tidak jarang masuk ke saluran pencernaan, ketika makan atau minum, seperti juga halnya di paru-paru, maka bahan pencemar yang masuk ke dalam pencernaan dapat menimbulkan efek lokal dan dapat pula menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Permukaan kulit dapat juga menjadi pintu masuk bahan pencemar dari udara, sebagian besar pencemar hanya menimbulkan akibat buruk pada bagian permukaan kulit seperti dermatitis dan alergi saja, tetapi sebagian lain khususnya pencemar organik dapat melakukan penetrasi kulit dan menimbulkan efek sistemik.
Akibat-akibat yang timbul pada tubuh manusia karena bahan pencemar udara dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis bahan pencemar, toksisitasnya, dan ukuran partikelnya. Bahan oksidan seperti ozon dan PAN (Peroxyacetylnitrate) dapat mengiritasi mukosa saluran pernafasan, yang berakibat pada peningkatan insiden penyakit saluran pernafasan kronik yang non spesifik (CNSRD = "Chronic non Spesific respiratory diseases"), seperti asma dan bronkitis. Beberapa bahan organik berupa partikel debu dapat menyebabkan pneumokoniosis, bahan biologis seperti virus, bakteri dan jamur dapat menimbulkan infeksi dan reaksi alergi .
Bahan pencemar lain seperti oksida nitrogen (NOx) dan sulfur dioksida (SO2) juga dapat mengakibatkan CNSRD. Beberapa bahan pencemar yang masuk dari paru dapat masuk ke sirkulasi darah seperti halnya gas CO yang bersifat neurotoksik (racun saraf) dan "benzene" yang merupakan bahan karsinogen.
Secara umum ada tiga faktor utama yang berpengaruh dalam proses inhalasi bahan pencemar ke dalam paru-paru, yaitu komponen fisik, komponen kimiawi dan faktor penjamu (Host). Aspek komponen fisik adalah keadaan dari bahan yang diinhalasi itu sendiri, apakah berupa gas, debu, uap, dan Iain-lain. Ukuran dan bentuk partikel juga berpengaruh dalam proses penimbunan pencemaran di paru-paru, demikian juga dengan kelarutan dan nilai higroskopisitasnya. Komponen-komponen kimia dari bahan yang diinhalasi dapat dalam saluran pernafasan dapat bereaksi langsung dengan jaringan sekitarnya. Keasaman atau tingkat alkalisitas yang tinggi dapat merusak silia dan sistem enzim. Bahan-bahan pencemar tertentu dapat menimbulkan fibrosis yang luas di paru-paru, sementara bahan pencemar lain dapat bersifat sebagai antigen dan menimbulkan antibodi dalam tubuh.

Tumbuh-tumbuhan memiliki reaksi yang besar dalam menerima pengaruh perubahan atau gangguan akibat polusi udara dan perubahan lingkungan. Hal ini terjadi karena banyak faktor yang berpengaruh, diantaranya spesies tanaman, umur, keseimbangan nutrisi, kondisi tanaman, temperatur, kelembaban dan penyinaran. Penambahan konsentrasi pencemar ke udara dapat secara langsung mempengaruhi pertumbuhannya seperti terlihat pada gambar 2, yang menggam-
barkan respon tumbuhan terhadap jumlah konsentrasi pencemar dengan kerusakan yang terjadi.
Beberapa contoh kerusakan yang terjadi pada gangguan nutrisonal dan gangguan atraksional biologis adalah terjadinya penurunan tingkatan kandungan enzym, gangguan pada respon fisiologis adalah perubahan pada sistem fotosintesa, sedang gangguan yang nampak secara visual adalah chlorosis (perusakan zat hijau daun/menguning), Flecking (daun bintik-bintik), Reduced crop yield (penurunan hasil panen). Terjadinya gangguan pencemaran terhadap tumbuhan dapat digolongkan dalam 2(dua) kategori, yaitu pencemaran secara primer dan sekunder.

Gambar 2.
Spektrum Respon Biologis tanaman terhadap Pencemaran Udara

a. Gangguan secara primer
Gangguan secara primer adalah terjadinya kontak langsung antara sumber pencemar (mated pencemar) dengan bagian permukaan tumbuhan secara langsung, sehingga dapat mengganggu dan menutupi lapisan epidermal yang membantu sistem penguapan pada tumbuhan. Hal ini terjadi seperti gangguan pernafasan pada manusia. Diantara epidermal terdapat sel mesophyl, spongy dan palisade parenochymar, yang berguna mengatur dan melindungi sel dengan membuka dan menutup untuk rongga udara pada bagian dalam daun, yang mana daun mempunyai fungsi penting bagi tumbuhan, untuk fotosintesa yaitu proses yang terjadi pada daun dimana gabungan air dan CO2 dengan perantara sinar matahari membentuk glukosa. Transpirasi yaitu proses penyerapan dari akar ke daun yang kemudian terjadi proses evaporasi ke atmosfer, pada proses ini sekaligus sebagai pembawa nutrisi. Respirasi merupakan proses produksi dengan memanfaatkan panas dari oksidasi pada karbohidrat dan udara untuk membentuk COa dan H20. Gangguan pencemaran udara terhadap tumbuhan karena adanya gas/partikel yang menutupi permukaan daun, sehingga menghalangi difusi dari gas masuk dan keluar dedaunan.

b. Gangguan secara sekunder
Gangguan secara sekunder adalah gangguan yang terjadi pada tumbuhan karena pencemaran yang mengganggu pada sistem akar, terjadi karena penumpukan polutan/pencemar pada tanah dan permukaan air. Gangguan ini akan menghalangi proses alterasi dari nutrisi yang berada dalam tanah dan sekitar tumbuhan. Gejala yang tampak karena pencemaran udara terhadap tumbuhan adalah terjadinya penampakan yang kurang sehat pada daun, dengan matinya beberapa bagian serta hilangnya warna, disebabkan matinya jaringan karena adanya kerusakan pada spongy dan polisade di bagian dalam daun, yang berakibat pada gugurnya daun. Kerusakan pada lapisan epidermis dapat terjadi akibat Glazing atau Silvering pada permukaan daun oleh adanya partikel dan polutan yang menempel. Efek pencemaran udara pada tumbuhan yang tak terlihat adalah adanya kemunduran kemampuan pertumbuhan, berkurangnya kemampuan berfotosintesa dan alterasi, kemampuan stomata yang menurun dan reproduksi set. Tipe kerusakan pada tumbuhan dapat diakibatkan karena tumbuhan telah mengalami gangguan secara kronis akibat waktu pemaparan pencemaran yang lama dalam tingkat dosis/konsentrasi rendah. Penyebab utama kerusakan tumbuhan oleh pencemaran udara adalah akibat phytotoxic pada tanaman seperti O3, SO2 , PAN, NO2, CI, HF dan Iain-lain.

Dampak Terhadap Kesehatan Fauna
Dampak negatif zat-zat pencemar udara terhadap fauna (hewan) tidak berbeda jauh dengan dampak-dampak lain seperti terhadap manusia dan tumbuhan. Dampak terhadap hewan dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung, secara langsung terjadi bila ada interaksi melalui sistem pernafasan sebagaimana terjadi pada manusia. dampak tidak langsung terjadi melalui suatu perantara, baik tumbuhan atau perairan yang berfungsi sebagai bahan makanan hewan. Terjadinya emisi zat-zat pencemar ke atmosfer (udara) seperti partikulat, NOx, SO2, HF dan lain-lain yang kemudian berinteraksi dengan tumbuhan dan perairan baik melalui proses pengendapan atau pun penempelan, akan berpengaruh langsung terhadap vegetasi dan biota perairan hingga dapat menjalar pada hewan-hewan melalui rantai makanan yang telah terkontaminasi zat pencemar tersebut. Pengaruh Oksida Nitrogen (NOx) pada dosis tinggi terhadap hewan berupa terjadinya gejala paralisis sistem syaraf dan konvulusi, dari hasil pcnelitian ditunjukkan bahwa pemaparan NO dengan dosis 2500 ppm terhadap tikus akan berpengaruh kehilangan kesadaran 6-7 menit, bila pemaparan ini terjadi selama 12 menit, maka tikus tersebut akan mati. Begitu pula pengaruh NO2 terhadap hewan, NO2 yang bersifat racun, pada konsentrasi lebih dari 100 ppm akan bersifat letal terhadap kebanyakan hewan dan 90 % kematian tersebut disebabkan oleh gejala edema pulmonari. NO2 pada konsentrasi 800 ppm akan berakibat kematian 100 %. Konsentrasi SO2 400-800 ppm akan berpengaruh langsung dan sangat berbahaya, meskipun hanya terjadi kontak secara singkat.

Kebijakan Pemerintah Dalam Upaya Menanggulangi Masalah Pencemaran Udara.
1. Pemantauan Kualitas Udara Ambien.
Yaitu Upaya pemantaun pada kadar zat, energi, dan/atau komponen lain yang ada di udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfir yang sangat dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia,makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya. Program pemantauan di Indonesia telah dilakukan,ditandai dengan pembangunan stasiun pemantau kualitas udara kontinyu yaitu pembangunan 33 Stasiun Pemantau Kualitas Udara Permanen dan sembilan Stasiun Pemantau Kualitas Udara Bergerak yang dilakukan pada tahun 1999-2002.
2. Pengendalian pencemaran udara dari sarana transportasi kendaraan bermotor.
Yaitu upaya pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran udara serta pemulihan mutu udara agar berada pada batas maksimum zat atau bahan pencemar yang boleh dikeluarkan langsung dari pipa gas buang kendaraan bermotor.
Pengendalian pencemaran Udara
a. Pengembangan perangkat peraturan.
b. Penggunaan bahan bakar bersih.
c. Penggunaan bahan bakar alternatif.
d. Pengembangan manajemen transportasi.
e. Pemantauan emisi gas buang kendaraan bermotor.
f. Pemberdayaan peran masyarakat melalui komunikasi massa.
3. Pengendalian pencemaran udara dari industri.
Yaitu Upaya pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran udara serta pemulihan mutu udara agar berada pada batas maksimum zat atau bahan pencemar yang boleh dikeluarkan langsung dari buang gas industri. Upaya yang dilakukan adalah Penataan peraturan perundangundangan bagi industri yang mengeluarkan emisi gas buang udara. Peningkatan peran industri untuk mentaati Baku Mutu Emisi melalui penandatanganan SUPER (Surat Pernyataan). Relokasi industri (pencemar udara) ke kawasan-kawasan industri atau zona industri.

Aplikasi atau Penerapan yang Dapat Dilakukan Sebagai Teknologi Pereduksi Pencemaran Udara
Dampak-dampak pencemaran udara kendaraan bermotor dapat dicegah dengan cara pemilihan rute lalu lintas yang cukup jauh dari areal berpenduduk dan mengurangi kemacetan lalu lintas misalnya pembuatan jalan bypass tidak memasuki areal permukiman, mempertahankan integritas komersial dan sosial jalan, tapi masih membolehkan akses ke jalan raya. Selain itu dapat dilakukan mitigasi perbaikan desain untuk meminimalkan pencemaran udara akibat kendaraan bermotor meliputi:
• pemilihan alinyemen jalan tidak melalui daerah dekat permukiman, sekolah dan perkantoran;
• menyediakan kapasitas jalan yang memadai untuk menghindari kemacetan lalu lintas, dengan proyeksi peningkatan arus lalu lintas di masa yang akan datang;
• menghindari penempatan perpotongan jalan yang sibuk;
• memperhitungkan pengaruh arah angin dalam penentuan lokasi jalan dan bangunan pelengkapnya, seperti pompa bensin di dekat permukiman;
• sedapat mungkin menghindari lereng curam dan belokan tajam yang akan mendorong penurunan atau peningkatan kecepatan serta shifting;
• sealing jalan-jalan kotor yang banyak digunakan bila melalui daerah-daerah berpenduduk, untuk mengendalikan debu; dan
• penanaman vegetasi yang tinggi, berdaun lebat dan rapat diantarajalan dan pemukiman untukmenyaring pencemaran. Hasistudi dari Puslitbang Jalan dan Jembatan (Nanny Kusminingrum, tahun 1996 s/d 1998), pengendalian polusi udara dengan pemanfaatan tanamanjenis pohon dapat mereduksi 14-60%, jenis perdu 17-59% dan jenis semak/rumput 19-66%.
Beberapa pencemar udara diantaranya adalah COx dan SOx. Merupakan pencemar udara yang sangat mempengaruhi kualitas udara dan iklim global. Dua bahan pencemar tersebut akan coba dibahas di dalam tulisan ini.


KONTROL POLUTAN COx

COx merupakan emisi gas buang yang dapat membentuk lapisan pada atmosfer yang dapat menyelubungi permukaan bumi sehingga dapat menimbulkan efek rumah kaca (“green-house effect”), hal ini dapat berpengaruh pada perubahan iklim global. Senyawa COx merupakan salah satu gas emisi yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar minyak bumi dan batu bara selain SOx dan NOx. Senyawa COx tersebut dapat berupa gas karbonmonoksida (CO) atau gas karbondioksida (CO2).
Karbon dioksida (CO2) umumnya tidak dikatagorikan sebagai polutan udara karena merupakan komponen yang secara normal terdapat di udara. Pengaruh terbesar yang dapat mengakibatkan kadar karbondioksida dalam udara meningkat dalam jumlah yang banyak adalah pembakaran bahan bakar minyak bumi, gas alam, dan batubara melalui reaksi. Oksidasi tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang mengadung karbon jika jumlah oksigen yang tersedia kurang dari jumlah yang dibutuhkan untuk pembakaran sempurna agar dihasilkan karbon dioksida. Secara sederhana pembakaran karbon dalam minyak bakar terjadi melalui beberapa tahap sebagai berikut:

2C + O2 <--> 2CO

Reaksi antara karbon dioksida dan komponen yang mengandung karbon pada suhu tinggi dapat menghasilkan karbon monoksida (CO). Hampir 60%dari polutan yang dihasilkan terdiri dari karbon monoksida. Tetapi gas CO dalam udara merupakan senyawa yang kurang stabil dan biasanya akan bereaksi dengan oksigen membentuk karbondioksida (CO2)melalui reaksi:

2CO + O2 <--> 2CO2

Kedua proses pembentukan gas CO2 tersebut dapat menyebabkan kadar karbondioksida dalam udara semakin meningkat. Salah satu dampak negatif apabila kadar karbondioksida melebihi batas ambang kandungan CO2 dalam jumlah yang banyak adalah terjadinya efek pemanasan global yang lebih dikenal dengan sebutan efek rumah kaca.

Ilustrasi Terjadinya Efek Rumah Kaca

Karbon monoksida adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa, titik didih -192ยบ C, tidak larut dalam air dan beratnya 96,5% dari berat udara. Karbon monoksida (CO) kerap disebut “the silent killer” karena merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Sumber pencemaran umumnya berasal dari aktifitas pembakaran tidak sempurna (gas, batu bara, kayu), water heater, knalpot, maupun asap rokok. Tidak seperti senyawa lain, CO mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu haemoglobin menghasilkan karboksi-haemoglobin (HbCO) dengan afinitas CO terhadap haemoglobin (Hb): 240-270 lebih besar daripada O2.
Karbonmonoksida yang bersumber dari dalam ruang (indoor) terutama dari alat pemanas ruang yang menggunakan bahan bakar fosil dan tungku masak. Kadarnya akan lebih tinggi bila ruangan tempat alat tersebut bekerja, tidak memadai ventilasinya. Namun umumnya pemaparan yang berasal dari dalam ruangan kadarnya lebih kecil dibandingkan dari kadar CO hasil pemaparan asap rokok. Dalam beberapa penelitian ditemukan kadar CO yang cukup tinggi di dalam kendaraan sedan maupun bus.


Perkiraan emisi CO per satuan berat bahan bakar.

Kadar CO di perkotaan cukup bervariasi tergantung dari kepadatan kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin dan umumnya ditemukan kadar maksimum CO yang bersamaan dengan jam-jam sibuk pada pagi dan malam hari. Selain cuaca, variasi dari kadar CO juga dipengaruhi oleh topografi jalan dan bangunan di sekitarnya. Pemaparan CO dari udara ambient dapat direfleksikan dalam bentuk kadar karboksi-haemoglobin (HbCO) dalam darah yang terbentuk dengan sangat lambat karena butuk waktu 4-12 jam untuk tercapainya keseimbangan antara kadar CO di udara dan HbCO dalam darah. Oleh karena itu kadar CO dalam lingkungan, cenderung dinyatakan sebagai kadar rata-rata dalam 8 jam pemajanan. Data CO yang dinyatakan dalam rata-rata setiap 8 jam pengukuran sepanjang hari (moving 8 hour average concentration) adalah lebih baik dibandingkan dari data CO yang dinyatakan dalam rata-rata 3 kali pengukuran pada periode waktu 8 jam yang berbeda dalam sehari. Perhitungan tersebut akan lebih mendekati gambaran dari respons tubuh manusia terhadap keracunan CO dari udara.

Dampak Pada Kesehatan Manusia
Tingkatan pencemaran berdasarkan frekuensinya dapat dibagi sebagai berikut:
a. Tingkat rendah (paparan 250 ppm – 500 ppm dalam 5 jam); munculnya gejala fatigue (kelelahan) dan sakit dada yang diiringi sesak napas.
b. Tingkat tinggi (paparan 500 ppm – 750 ppm dalam 3 jam); munculnya gejala sakit kepala, pusing, kesehatan dan kondisi fisik melemah, tidak bisa tidur, muntah-muntah, bingung, kehilangan konsentrasi.
c. Tingkat yang sangat tinggi (paparan >750 ppm dalam waktu < 1 jam); pingsan dan kematian di tempat. Pajanan CO diketahui dapat mempengaruhi kerja jantung (system kardiovaskuler), system syaraf pusat, janin, dan semua organ tubuh yang peka terhadap kekurangan oksigen. Pengaruh CO terhadap system kardiovaskuler cukup nyata teramati walaupun dalam kadar rendah. Penderita penyakit jantung dan penyakit paru merupakan kelompok yang paling peka terhadap pajanan CO. Studi eksperimen terhadap pasien jantung dan pasien penyakit paru, menemukan adanya hambatan pasokan oksigen ke jantung selama melakukan latihan gerak badan pada kadar COHb yang cukup rendah, yaitu 2,7%. Pengaruh pajanan CO kadar rendah pada system syaraf dipelajari dengan suatu uji psikologi. Walaupun diakui interpretasi dari hasil uji seperti ini sulit ditemukan bahwa kadar COHb 16% dianggap membahayakan kesehatan. Pengaruh bahaya ini tidak ditemukan pada kadar COHb sebesar 5%. Pengaruh pada janin pada prinsipnya adalah karena pajanan CO pada kadar tinggi dapat menyebabkan kurangnya pasokan oksigen pada ibu hamil yang konsekuennya akan menurunkan tekanan oksigen di dalam plasenta dan juga pada janin dan darah. Hal ini dapat menyebabkan kelahiran premature atau bayi lahir dengan berat badan rendah dibandingkan normal. Karbon monoksida (CO) apabila terhisap ke dalam paru-paru akan ikut peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen yang akan dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini dapat terjadi karena gas CO bersifat racun metabolisme, ikut bereaksi secara metabolisme dengan darah. Seperti halnya oksigen, gas CO bereaksi dengan darah (hemoglobin): Hemoglobin + O2 –> O2Hb (oksihemoglobin)
Hemoglobin + CO –> COHb (karboksihemoglobin)

Konsentrasi gas CO sampai dengan 100 ppm masih dianggap aman kalau waktu kontak hanya sebentar. Gas CO sebanyak 30 ppm apabila dihisap manusia selama 8 jam akan menimbulkan rasa pusing dan mual. Pengaruh karbon monoksida (CO) terhadap tubuh manusia ternyata tidak sama dengan manusia yang satu dengan yang lainnya.
Konsentrasi gas CO di suatu ruang akan naik bila di ruangan itu ada orang yang merokok. Orang yang merokok akan mengeluarkan asap rokok yang mengandung gas CO dengan konsentrasi lebih dari 20.000 ppm yang kemudian menjadi encer sekitar 400-5000 ppm selama dihisap. Konsentrasi gas CO yang tinggi di dalam asap rokok menyebabkan kandungan COHb dalam darah orang yang merokok jadi meningkat. Keadaan ini sudah barang tentu sangat membahayakan kesehatan orang yang merokok. Orang yang merokok dalam waktu yang cukup lama (perokok berat) konsentrasi CO-Hb dalam darahnya sekitar 6,9%. Hal inilah yang menyebabkan perokok berat mudah terkena serangan jantung.

Gas CO sangat berbahaya, tidak berwama dan tidak berbau, berat jenis sedikit lebih ringan dari udara (menguap secara perlahan ke udara), CO tidak stabil dan membentuk CO2 untuk mencapai kestabilan phasa gasnya. CO berbahaya karena bereaksi dengan haemoglobin darah membentuk Carboxy haemoglobin (CO-Hb). Akibatnya fungsi Hb membawa oksigen ke sel- sel tubuh terhalangi, sehingga gejala keracunan sesak nafas dan penderita pucat. Reaksi CO dapat menggantikan O2 dalam haemoglobin dengan reaksi :

O2Hb + CO –> COHb + O2

Gejala Toksisitas CO dan Hubungannya dengan Kadar CO
Dalam Darah



Menurut evaluasi WHO, kelompok penduduk yang peka (penderita penyakit jantung dan paru) tidak boleh terpajan oleh CO dengan kadar yang dapat membentuk COHb diatas 2,5%. Kondisi ini ekivalen dengan pajanan oleh CO dengan kadar sebesar 35mg/m3 selama 1 jam, dan 20mg/m3 selama 8 jam. Oleh karena itu untuk menghindari tercapainya kadar COHb 2,5 – 3,0% WHO menyarankan pajanan CO tidak boleh melampaui 25 ppm (29mg/m3) untuk waktu 1 jam dan 10 ppm (11,5mg/m3) untuk waktu 8 jam.

Dampak Terhadap Tanaman
Pengaruh konsentrasi gas CO di udara sampai dengan dengan 100 ppm terhadap tanaman hampir tidak ada, khususnya pada tanaman tingkat tinggi. Bila konsentrasi gas CO di udara mencapai 2000 ppm dan waktu kontak lebih dari 24 jam, maka akan mempengaruhi kemampuan fiksasi nitrogen oleh bakteri bebas yang ada pada lingkungan terutama yang terdapat pada akar tanaman.
Waktu tinggal CO dalam atmosfer lebih kurang 4 bulan. CO dapat dioksidasi menjadi CO2 dalam atmosfer adalah HO dan HO2 radikal, atau oksigen dan ozon. Mikroorganisme tanah merupakan bahan yang dapat menghilangkan CO dari atmosfer. Dari penelitian diketahui bahwa udara yang mengandung CO sebesar 120 ppm dapat dihilangkan selama 3 jam dengan cara mengontakkan dengan 2,8 kg tanah (Human, 1971), dengan demikian mikroorganisme dapat pula menghilangkan senyawa CO dari lingkungan, sejauh ini yang berperan aktif adalah jamur penicillium dan Aspergillus.

Penanganan Emisi Gas CO2 di Era Modern
Adakah cara yang dapat kita lakukan untuk membuang semua CO2 yang tidak diingini lagi? Ada beberapa kemungkinan: menyalurkan CO2 dengan pipa ke dalam ladang minyak. Ini akan membantu mendapatkan minyak dengan membuatnya menjadi sedikit/jarang dan menyebabkan gumpalan-gumpalan kecil ini untuk membesar dan saling bergabung. Teknik yang serupa sudah digunakan untuk mendapatkan minyak, tetapi menggunakan sesedikit mungkin CO2. Dalam masalah ini tujuannya adalah untuk menyuntikkan sebanyak mungkin CO2.
Menyuntikkan CO2 ke dalam lapisan batubara yang terlalu dalam untuk ditambang. Molekul metan menempel pada batubara, tetapi molekul CO2 melepaskannya dan menggantikannya. Jika teknik ini bekerja, pembuangan CO2 akan menghasilkan sebuah sumber gas alam yang baru.

Gambar
Siklus Karbon

Proses penanganan emisi gas CO2 dengan menangkap dan menyimpannya merupakan salah satu teknologi yang membuat kita tetap dapat menggunakan bahan baker fosil tanpa diikuti konsekuensi terjadinya perubahan iklim. Namun dibalik itu pemanfaatan teknologi ini tentu akan membutuhkan investasi yang lebih besar disisi R&D.
Emisi gas CO2 terbentuk saat kita melakukan pembakaran batu bara atau gas untuk sumber tenaga mesin pembangkit listrik. Proses pembakaran ini akan menghasilkan gas CO2 yang merupakan gas penyebab utama efek “rumah kaca”yang akan merubahan iklim bumi dan dapat meracuni perairan laut kita.
CCS atau kepanjangan dari istilah “Carbon Capture and Storage” merupakan suatu proses fisikokimia yang mampu memisahkan gas CO2, melarutkannya pada kondisi tekanan rendah, lalu ditransportasikan melalui pipa untuk kemudian disimpan pada formasi batuan geologi berpori di kedalaman lebih dari 800 m dibawah dasar laut. Suatu tempat aman yang dapat dipergunakan untuk menyimpan minyak, gas maupun pelarut air garam yang tidak dapat dipergunakan lagi untuk keperluan apapun. CCS terbukti secara langsung dapat menurunkan emisi gas CO2, sehingga negara industri dapat terus menggunakan batu bara dan gas sebagai bahan bakar untuk power plant dengan tetap memenuhi target menurunkan produksi emisi gas CO2 hingga 60-80% hingga tahun 2050.
Teknologi penting dan sangat vital ini dihasilkan oleh para ahli kimia dan tehnik kimia. Tahapan teknologi CCS yang paling mahal dan mengkonsumsi energi dalam jumlah yang besar adalah pada proses pemisahan gas CO2 dari seluruh gas yang dikeluarkan pada proses pembakaran bahan bakar fosil. Selanjutnya adalah proses pemurnian O2 pada gas untuk menghasilkan pembakaran yang bersih. Hingga saat ini, kedua tahapan proses ini hanya dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut dalam jumlah yang besar atau memanfaatkan membran yang merupakan teknologi yang memiliki performa rendah atau hanya dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi yang masih kurang aman karena memanfaatkan bahan atau proses yang berbahaya dan beracun. Sehingga menjadi salah satu hal penting yang perlu terus diteliti dan dikembangkan untuk memperbaiki teknologi CCS.
Jika memang kita akan menjadikan CCS sebagai teknologi yang dapat menurunkan emisi gas CO2 dimasa yang akan datang, maka kita harus segera melakukan pengembangan yang signifikan pada tiga sector yang berbeda yaitu teknologi, kebijakan hukum dan sisi bisnis. Sebagai salah satu contoh negara Inggris merupakan salah satu negara kuat yang telah memiliki kebijakan hukum yang sangat baik, namun tetap masih gagal untuk menurunkan biaya yang ditimbulkan dari pemanfaatan teknologi CCS ini sehingga dari segi bisnis tidak dapat memenuhi kriteria suatu unit yang menjanjikan dan dapat menghasilkan profit. Hingga saat ini, walaupun teknologi CCS bukan merupakan salah satu teknologi yang dianggap paling murah karena merupakan investasi dalam jangka waktu yang lama, namun CCS bukan pula suatu teknologi yang paling mahal untuk diterapkan dengan kemampuannya yang baik untuk terus menurunkan emisi gas CO2 dibumi kita.
Penelitian lain, tentang sebuah jenis batuan yang banyak ditemukan di Oman menunjukkan bahwa batuan tersebut bisa digunakan untuk menyapu bersih milyaran ton karbon dioksida setiap tahun tanpa harus ditambang, menurut beberapa ilmuwan di Amerika Serikat. Peter Keleman dan Jurg Matter, di Columbia University, US, mengatakan bahwa batuan peridotit (yang sebagian besar tersusun atas mineral silikat olivin dan piroksen) bereaksi secara alami dengan CO2 dan membebaskannya dalam bentuk karbonat jauh lebih cepat dari yang diduga, berdasarkan kajian penarikan (dating studies). Dengan mempercepat reaksi ini dengan panas dan dengan memaksa CO2 masuk ke dalam batuan melalui lubang-lubang yang telah dibor, para peneliti ini memperkirakan bahwa batuan perodotit Oman sendiri bisa menangkap milyaran ton CO2 dalam waktu setahun − sebuah proporsi signifikan dari 30 milyar ton CO2 yang diemisikan setiap tahun di dunia oleh aktivitas manusia. Periodotit juga ditemukan di pulau-pulau Pasifik Papua Nugini dan Caledonia, serta di California.

Ide penangkapan CO2 dalam bentuk karbonat di dalam batuan bukanlah hal yang baru sama sekali. Tetapi penangkapan CO2 secara alami tidak berlangsung sangat cepat, dan kebanyakan skema yang ada memerlukan energi untuk menambang batuan dan menyebarkannya pada sebuah permukaan, atau membawanya ke sebuah pabrik pembangkit daya. Kelemen dan Matter menunjukkan bahwa dengan sedikit panas ekstra dan beberapa persiapan, batuan peridotit bisa dibiarkan tetap pada tempatnya semula dan CO2 diarahkan ke batuan tersebut.
Salah satu pendekatan yang digunakan adalah pemanasan pendahuluan peridotit dan menginjeksikan CO2 murni atau campuran cairan yang kaya CO2. Karena reaksi antara silikat dan CO2 untuk membentuk karbonat bersifat eksotermis, maka reaksi ini akan menjaga suhu batuan mendekati suhu optimum 200°C, sehingga memaksimalkan laju reaksi. Tetapi CO2 harus dipompakan dengan cepat ke dalam batuan agar dapat mengimbangi laju reaksi yang meningkat. Ini bisa menimbulkan masalah, karena pemurnian CO2 dari gas cerobong pabrik sangat intensif energi, papar Mercedes Maroto-Valer, yang meneliti sekuestrasi karbon di Nottingham University’s center untuk penangkapan dan penyimpanan karbon.
Pendekatan kedua menghindari isu ini dengan menggunakan teknik-teknik dari industri minyak untuk mengebor dua lubang jauh ke dalam formasi batuan di bawah perairan laut dangkal, dan menyambung kedua lubang ini dengan sebuah jalur. Suhu batuan meningkat seiring dengan kedalaman dan suhu pada dasar lubang bor 5 km adalah sekitar 100°C. Air laut yang dingin, yang mengandung CO2 bisa dipompakan kedalam salah satu lubang, dan jika telah mencapai dasar lubang, reaksi eksotermis selanjutnya akan mempertahankan suhu tinggi yang diperlukan untuk mengarahkan proses ini. Air yang menjadi panas pada akhirnya akan mencari jalan untuk berpindah ke lubang bor kedua (melalui jalur sambungan yang telah dibuat) dan naik ke permukaan melalui proses konveksi.
Meskipun pendekatan ini akan dibatasi oleh suplai CO2 terlarut dengan jumlah sekitar 10.000 ton CO2 per km3 batuan, namun biayanya bisa jauh lebih rendah, karena air yang bersirkulasi akan berfungsi mentransport CO2.
Para peneliti ini sangat berhati-hati dengan usulan tersebut. Model-model yang lebih rinci dan tes lapangan akan diperlukan untuk mengevaluasinya, kata mereka.

Dapatkah CO2 Dimanfaatkan?
Akhir-akhir ini mulai luas dikenal istilah “Green Chemistry” atau lebih menarik lagi “Green, Benign and Sustainable Chemistry“. Istilah itu sebenarnya adalah gerakan pembaharuan dalam dunia riset dipelopori oleh para ilmuwan setengah gila yang melawan arus aliran trend riset, karena pada awalnya riset lebih banyak berkutat pada eksploitasi sumber daya bumi daripada menyelamatkannya. Seiring dengan semakin ditekannya penggunaan material CFC sebagai pelarut, maka dicarilah alternatif pengganti yang memiliki sitaf-sifat serupa tapi lebih ramah terhadap lingkungan. Mulailah ilmuwan melirik manfaat lain dari CO2 dari sekedar gas buangan menjadi gas yang bermanfaat yaitu sebagai pelarut superkritis. CO2 sebagai fluida superkritis sebenarnya adalah gas yang dinaikkan temperaturnya mencapai temperatur kritis (temperatur tertinggi yang dapat mengubah fase gas menjadi fase cair (31oC) dengan cara menaikkan tekanan), dan memiliki tekanan kritis (tekanan tertinggi yang dapat mengubah fase cair menjadi fase gas (72,8 atm) dengan cara menaikkan temperatur) sehingga sifat-sifatnya berada di antara sifat gas dan cairan.
Sebagai pelarut superkritis, CO2, telah cukup banyak dimanfaatkan dibidang penelitian dan industri. Keuntungan lain adalah kita tidak perlu membuat CO2 melainkan cukup menyaringnya dari udara sekitar kita. Walaupun teknologinya masih mahal, bukan berarti tidak bisa dimanfaatkan secara nyata. Dibidang isolasi dan pengolahan bahan alam, CO2 superkritis dimanfaatkan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi maupun de-ekstraksi senyawa-senyawa aktif dari tumbuhan untuk pengobatan, atau senyawa-senyawa penting untuk industri makanan, misalnya ekstraksi minyak atsiri lemon, jahe, beta-carotene dari tumbuh-tumbuhan atau de-ekstraksi caffein pada kopi.
Dibidang pertambangan minyak bumi, bahkan penggunaan CO2 yang dicairkan sangat besar. Fluida ini dialirkan ke dalam sumber-sumber minyak yang mulai menipis cadangannya untuk mengangkat cadangan minyak tersisa. Masalah utamanya adalah fluida ini kekentalannya rendah sehingga tidak mampu mengangkat minyak secara maksimum. Pengembangan aditif yang mampu meningkatkan kekentalan (viscosity) fluida CO2 belum mampu bekerja optimum karena kelarutan aditif-aditif tersebut yang sulit diperkirakan.
Suatu perkembangan lebih menggembirakan dalam industri polimer kembali mengangkat kepopuleran CO2. Dupont, sebuah perusahan terkemuka dalam inovasi industri kimia telah mampu memproduksi semacam busa atau dikenal ‘foamed thermoplastic’ yang populer disebut ‘fluoropolimer’ berkat ditemukannya polimer ‘perfluoroalkil akrilat’ oleh Desimone dan rekan tahun 1992. Fluoropolimer ini benar-benar larut dalam CO2 setelah sebelumnya digunakan pelarut dan surfaktan berbasis fluor. Permasalahannya adalah pengembangan ‘foamed polymer’ yang benar-benar menggunakan CO2 sebagai agen pembuih tidak terlalu berhasil. Walaupun Dow, suatu perusahaan terkemuka juga dibidang industri polimer, telah memproduksi polistiren berbasis keseluruhan CO2 sebagai agen pengembang, namun muncul kesulitan teknis lain dalam polimer berbasis keseluruhan CO2, misalnya pecahnya gelembung akibat cepatnya difusi CO2 di dalam larutan polimer atau soal bagaimana membuat polimer yang memiliki daya hantar panas rendah.
Satu masalah dengan penggunaan CO2 superkritis sebagai pelarut adalah ketidakmampuannya untuk melarutkan senyawa polar, seperti air dan senyawa ionik. Masalah ini dipecahkan dengan perancangan sebuah surfaktan, amonium karboksilat perfloro polieter (PFPE), dengan rumus umum :

F3C-[OCF2CF(CF3))n(OCF2)m]OCF2COO-NH4+

dimana n=~2 dan m=~3. Surfaktan ini adalah sebuah padatan mengkilat dengan massa molekul relatif rata-rata nya adalah 740. Surfaktan ini mampu mendispersikan air menjadi tetesan kecil dalam CO2 cair. Dalam CO2 superkritis, PFPE berperilaku menyerupai sabun dalam air, namun misel yang terbentuk berkebalikan dengan misel yang terbentuk oleh sabun dan air. Misel sabun dan air memiliki permukaan hidrofilik dan inti hidrofobik. Dalam misel PFPE dengan air, permukaan yang dibentuk adalah hidrofobik dan intinya adalah hidrofilik. Dengan PFPE, ujung hidrofilik (COO-) dari molekul membentuk sfera (sphere) yang mengelilingi air, dan ekor hidrofobik (perfloroeter) melarut dalam CO2 superkritis, seperti gambar dibawah.

©1997 American Chemical Society

Representasi skematik diatas menggambarkan lingkungan air dalam misel terbalik atau mikroemulsi. Mikroemulsi ini menunjukkan kemungkinan lingkungan dimana air dapat ditemukan. Air terikat atau air interfasial (Type 1) diasosiasikan dekat dengan gugus kepala ionik (direpresentasikan dengan lingkaran putih) dari molekul surfaktan PFPE. Air ruah (bulk) (Type 2) terletak di dalam inti membentuk tetes air. Lingkungan ketiga adalah lingkungan bebas air dimana ini melarut dalam ‘minyak’ atau fasa CO2 superkritis dan tidak diasosiasikan dengan lingkungan mikroemulsi.
Dalam CO2 superkritis, interaksi ini menstabilkan air yang tak hingga, dimana ini disebut mikroemulsi. Air dalam mikroemulsi memiliki sifat yang sama dengan air ruah, dan melarutkan senyawa polar dan ionik. Sebagai contoh, kalium permanganat (KMnO4) tidak larut dalam CO2 superkritik biasa, namun ia akan larut dengan adanya mikroemulsi air. Selain itu, larutan KMnO4 ini memiliki karakteristik warna ungu dari ion permanganat dan spektrum UV-visible memiliki kesamaan dengan KMnO4 dalam air ruah. Pengukuran dengan sistem elektroda pH biasa menunjukkan bahwa air di dalam mikroemulsi bersifat asam, dengan pH 3. Ini diakibatkan pembentukan asam karbonat oleh karbon dioksida dan air. Ini berarti bahwa semua reaksi dalam medium ini akan berada dalam kondisi asam, sebuah faktor yang harus diperhitungkan ketika menjelaskan studi kinetik atau kemungkinan mekanisme reaksi.
Kehadiran dari mikroemulsi memungkinkan reaksi-reaksi tertentu terjadi, dimana pada kondisi CO2 superkritik biasa tidak akan terjadi. Sebagai contoh, natrium nitroprusida (Na2[Fe(CN)5(NO)] .2H2O) larut dalam air, namun tidak larut dalam CO2 superkritis. Hidrogen sulfida (H2S) larut baik dalam CO2 superkritis biasa namun tidak begitu larut dalam air. Karena natrium nitroprusida tidak larut dalam CO2 superkritis maka tidak akan ada reaksi yang tterjadi anatara kedua senyawa ini dalam CO2 superkritis biasa. Ketika kedua senyawa ini dilarutkan dalam CO2 superkritis dengan mikroemulsi, reaksi berikut akan terjadi yang diiringi dengan perubahan warna merah menjadi kuning :

[Fe(CN)5(NO)]2- + HS- -> [Fe(CN)5N(O)SH]3-

Situasi yang sama muncul pula dengan kalium dikromat (K2Cr2O7) dan sulfur dioksida (SO2). Karakteristik kelarutan kedua senyawa ini sendiri menyerupai contoh sebelumnya secara berturutan. Ketika kedua senyawa ini diarutkan dilarutkan dalam CO2 superkritis dengan mikroemulsi, kalium dikromat akan dirubah menjadi kromium (III) sulfat [Cr2(SO4)3] (2). Reaksi ini tidak terjadi dalam CO2 superkritis biasa, karena spesi-spesi ionik yang terlibat tidak larut dalam medium ini.
Kemungkinan untuk melarutkan senyawa ionik anorganik dalam CO2 superkritis dengan mikroemulsi membuka beberapa kemungkinan untuk melakukan tipe-tipe reaksi baru dalam medium ini. Karena banyak gas seperti O2, CO, Cl2, SO2 lebih larut dalam CO2 superkritis dibandingkan media larutan biasa maka reaksi yang homogen dan efisien dapat dilakukan antara gas dan spesi ionik. Karena ini dan berbagai kemungkinan baru, maka popularitas CO2 superkritis sebagai medium pelarut diprediksikan akan semakin meningkat
Sesungguhnya masih banyak kegunaan yang bisa digali dari gas CO2 sebagai material ramah lingkungan. Misalnya dalam industri pelapisan material menggunakan polimer yang dapat larut dalam CO atau pembuatan partikel koloid dalam industri farmasi menggunakan pelarut CO2. Kenyataan bahwa gas CO, O2 dan H2 benar-benar dapat bercampur dan larut dalam CO2 sebenarnya memberikan kemungkinan untuk melakukan reaksi karbonilasi, oksidasi maupun hidrogenasi dalam pelarut CO2. Namun kendala dalam aplikasi teknologi-teknologi tersebut secara massal membuat kaum industriawan masih enggan untuk benar-benar beralih menggunakan CO2.


KONTROL POLUTAN SOx

Sulfur dioksida (SO2) merupakan gas buang yang larut dalam air yang langsung dapat terabsorbsi di dalam hidung dan sebagian besar saluran ke paru-paru. Karena partikulat di dalam gas buang kendaraan bermotor berukuran kecil, partikulat tersebut dapat masuk sampai ke dalam alveoli paru-paru dan bagian lain yang sempit. Partikulat gas buang kendaraan bermotor terutama terdiri jelaga (hidrokarbon yang tidak terbakar) dan senyawa anorganik (senyawa-senyawa logam, nitrat dan sulfat).

Perkiraan emisi SO2 per satuan berat bahan bakar

Pencemaran oleh sulfur oksida terutama disebabkan oleh dua komponen sulfur bentuk gas yang tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3), yang keduanya disebut sulfur oksida (SOx). Gas belerang dioksida SO2 tidak berwarna, dan berbau sangat tajam. Gas belerang dioksida dihasilkan dari pembakaran senyawa-¬senyawa yang mengandung unsur belerang. Gas belerang dioksida SO2 terdapat di udara biasanya bercampur dengan gas belerang trioksida SO3 dan campuran ini diberi simbol sebagai SOx. Pengaruh utama polutan SOx terhadap manusia adalah iritasi system pernafasan. Sifat iritasi terhadap saluran pernafasan, menyebabkan SO2 dan partikulat dapat membengkaknya membrane mukosa dan pembentukan mukosa dapat meningkatnya hambatan aliran udara pada saluran pernafasan. Kondisi ini akan menjadi lebih parah bagi kelompok yang peka, seperti penderita penyakit jantung atau paru-paru dan para lanjut usia.Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada kadar SO2 sebesar 5 ppm atau lebih, bahkan pada beberapa individu yang sensitive iritasi terjadi pada kadar 1 – 2 ppm. SO2 dianggap pencemar yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita yang mengalami penyakit kronis pada system pernafasan kardiovaskuler (penyebab utama penyakit “bronchoconstriction”).
Mekanisme pembentukan SOx dapat dituliskan dalam dua tahap reaksi sebagai berikut:

S + O2 <--> SO2

2 SO2 + O2 <--> 2 SO3

Sulfur dioksida di atmosfer dapat berubah menjadi kabut asam sulfat (H2SO4) dan partikulat sulfat. SO3 di udara dalam bentuk gas hanya mungkin ada jika konsentrasi uap air sangat rendah. Jika uap air terdapat dalam jumlah yang cukup, SO3 dan uap air akan segera bergabung membentuk droplet asam sulfat (H2SO4) dengan reaksi sebagai berikut:

SO2 + H2O2 <--> H2SO4

Komponen yang normal terdapat di udara bukan SO3 melainkan H2SO4. Tetapi jumlah H2SO4 di atmostfir lebih banyak daripada yang dihasilkan dari emisi SO3. Hal ini menunjukkan bahwa produksi H2SO4 juga berasal dari mekanisme lainnya. Setelah berada di atmostfir sebagai SO2 akan diubah menjadi SO3 (kemudian menjadi H2SO4) oleh proses-proses fotolitik dan katalitik. Jumlah SO2 yang teroksidasi menjadi SO3 dipengaruhi oleh beberapa factor termasuk jumlah molekul air yang tersedia, intensitas, waktu dan distribusi spectrum sinar matahari, jumlah bahan katalik, bahan sorptif dan alkalin yang tersedia. Pada malam hari atau kondisi lembab atau selama hujan SO2 di udara diabsorpsi oleh droplet air alkalin dan bereaksi pada kecepatan tertentu untuk membentuk sulfat di dalam droplet dan menghasilkan hujan asam.
Hujan asam telah menimbulkan masalah besar di daratan Eropa, Amerika Serikat dan di Negara Asia termasuk Indonesia. Dampak negatif dari hujan asam selain rusaknya bangunan dan berkaratnya benda-benda yang terbuat dari logam, juga terjadinya kerusakan lingkungan terutama mengasakan (acidification) danau dan sungai. Ribuan danau airnya telah bersifat asam sehingga tidak ada lagi kehidupan akuatik, dikenal dengan “danau mati”.
Pengaruh pencemaran SO2 terhadap lingkungan telah banyak diketahui. Pada tumbuhan, daun adalah yang paling peka terhadap pencemaran SO2, dimana akan terdapat bercak atau noda putih atau coklat merah pada permukaan daun. Dalam beberapa hal, kerusakan pada tumbuhan dan bangunan disebabkan karena SO2 dan SO3 di udara, yang masing-masing membentuk asam sulfit dan asam sulfat. Suspense asam di udara ini dapat terbawa turun ke tanah bersama air hujan dan mengakibatkan air hujan bersifat asam. Sifat asam dari air hujan ini dapat menyebabkan korosif pada logam-logam dan rangka-rangka bangunan, merusak pakaian dan tumbuhan.

Gambar
Proses Terjadinya Hujan Asam

Pengaruh pemaparan sulfur dioksida (SO2) terhadap kulit dan kertas udara yang cukup penting. Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kecepatan perkaratan (corrotion) pada logam, yaitu kelembaban, tipe/jenis pencemar dan temperatur. Beberapa studi telah dilakukan di daerah-daerah perkotaan untuk mengetahui hubungan pemaparan pencemaran terhadap pengkaratan logam seperti terlihat pada gambar 3. Pada gambar 3 ditunjukkan pengaruh pemaparan SO2 terhadap kecepatan pengkaratan logam, yang dilakukan di Tusla, Oklahoma.




DAFTAR PUSTAKA

  1. Admin. 2010. Rendah, Kesadaran Masyarakat Wujudkan Kota Sehat. http://www.scribd.com/mobile/documents/53933109/download?commit=Download+Now&secret_password=. disitasi tanggal 20 Juni 2011.
  2. Anshary, Muhammad Ridha. 2010. Pengaruh Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Terhadap Kualitas Udara. http://www.scribd.com/mobile/documents/48564437/download?commit=Download+Now&secret_password=. disitasi tanggal 20 Juni 2011.
  3. Budiyono, Afif. 2001. Pencemaran Udara: Dampak Pencemaran Udara Pada Lingkungan. Berita Dirgantara. Vol. 2, No. 1. Maret 2001.
  4. Darmono. 2009. Polusi Udara. http://www.scribd.com/mobile/documents/53994173/download?commit=Download+Now&secret_password=. disitasi tanggal 20 Juni 2011.
  5. Dierks, Carrie. 2005. Kelebihan CO2 Mungkin Dapat Dibuang ke Lautan. http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/berita/kelebihan_co2_mungkin_dapat_dibuang_ke_lautan/. disitasi tanggal 20 Juni 2011.
  6. Hidayat, Arif. 2008. Sumber Pencemaran Udara. http://arhidayat.staff.uii.ac.id/2008/08/08/sumber-pencemaran-udara/. disitasi tanggal 20 Juni 2011.
  7. Issani, Winda Maria. 2010. Pemanfaatan Plasma Non Termik Dalam Upaya Penyendalian Laju Polusi Udara Akibat Emisi Gas Kendaraan Bermotor Bermesin 2 Tag Sebagai Aplikasi Dalam Pengelolaan Kualitas Lingkungan. http://www.scribd.com/mobile/documents/48563823/download?commit=Download+Now&secret_password=. disitasi tanggal 20 Juni 2011.
  8. Khusyairi, Akhmad. 2011. Aspek Pencemaran Lingkungan dan Kesehatan dalam Perbandingan PLTN dan PLTU Batubara. https://akhmadkhusyairi.wordpress.com/2011/04/25/aspek-pencemaran-lingkungan-dan-kesehatan-dalam-perbandingan-pltn-dan-pltu-batubara/. disitasi tanggal 20 Juni 2011.
  9. Lutfi, Achmad. 2009. Hujan Asam (Acid Rain). http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-lingkungan/pencemaran_lingkungan/hujan-asam-acid-rain/. disitasi tanggal 20 Juni 2011.
  10. Lutfi, Achmad. 2009. Zat-zat Pencemar dan Pencemaran Udara. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-lingkungan/pencemaran-udara/zat-zat-pencemar-dan-pencemaran-udara/. disitasi 20 Juni 2011.
  11. Pribadi, Wikan. 2009. CCS: Sebuah Alternatif Untuk Masalah Emisi CO2. http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_lingkungan/ccs-sebuah-alternatif-untuk-masalah-emisi-co2/. disitasi tanggal 20 Juni 2011.
  12. Palgunadi, Jelliarko. 2009. Karbon Dioksida, Misteri Sebuah Senyawa. http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_anorganik/karbon-dioksida-misteri-sebuah-senyawa/. disitasi tanggal 20 Juni 2011.
  13. Rahayu, Suparni Setyowati. 2009. Berbagai Cemaran Udara. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-industri/limbah-industri/berbagai-cemaran-udara/. disitasi tanggal 20 Juni 2011.
  14. Rahayu, Suparni Setyowati. 2009. Unsur-unsur Pencemar Udara. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-industri/limbah-industri/unsur-unsur-pencemar-udara/. disitasi tanggal 20 Juni 2011.
  15. Rustamiaji, Tomi. 2008. Melakukan Reaksi Anorganik Ionik pada Media CO2 Superkritis. http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_anorganik/melakukan-reaksi-anorganik-ionik-pada-media-co2-superkritis/. disitasi tanggal 20 Juni 2011
  16. Saito, Taro. 2009. Asam Okso Fosfor, Belerang Oksida dan Asam-asam Okso Belerang. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-anorganik-universitas/kimia-unsur-non-logam/asam-okso-fosfor-belerang-oksida-dan-asam-asam-okso-belerang/. disitasi tanggal 20 Juni 2011.
  17. Saputra, Yoky Edy. 2009. Dampak Pencemaran Udara oleh Belerang Oksida (SOx). http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_lingkungan/dampak-pencemaran-udara-oleh-belerang-oksida-sox/. disitasi tanggal 20 Juni 2011.
  18. Saputra, Yoky Edy. 2009. Karbonmonoksida dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_lingkungan/karbonmonoksida-dan-dampaknya-terhadap-kesehatan/. disitasi tanggal 20 Juni 2011.
  19. *.*. Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. http://www.scribd.com/mobile/documents/37708644/download?commit=Download+Now&secret_password=. disitasi tanggal 20 Juni 2011.
  20. *************************************************.****. Polusi Udara. http://www.scribd.com/mobile/documents/51529034/download?commit=Download+Now&secret_password=. disitasi tanggal 20 Juni 2011.