Senin, 05 Desember 2011

Evaluasi Sistem Surveilan


a. Gambaran system surveilan DHF di Puskesmas Sungai Rengas
Pelaksanaan surveilan epidemiologi di Puskesmas Sungai Rengas dimulai dengan pengumpulan data dari laporan petugas di POSKESDES, POLINDES, dan PUSTU serta POSYANDU melalui form laporan atau melalui SMS bahkan secara lisan yang kemudian akan dilakukan uji konfirmasi. Penderita dengan gejala klinis kemudian dirujuk ke Rumah Sakit untuk pemeriksan DHF. Laporan yang sudah valid direkap dan disampaikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Kubu Raya. Dari Dinas Kesehatan Kubu Raya, dilakukan umpan balik kepada Puskesmas berupa hasil pemantauan pelaksanaan surveilans dan jika ada kasus DHF, Dinas Kesehatan Kabupaten Kubu Raya memberikan dukungan berupa obat abate dan fogging. Upaya ini dilakukan untuk mencegah meledaknya kejadian DHF.
Berikut alur SE di Puskesmas Sungai Rengas:




a. Telaah hasil evaluasi dan rekomendasi
1) Kesederhanaan
Dalam pemantauan dan penanggulangan DHF, tidak banyak yang terlibat untuk cepat dalam penanggulangan. Dinas Kesehatan akan langsung melakukan aksi dan rekomendasi kepada Puskesmas untuk tindakan pencegahan penyebaran DHF. Data tidak hanya terhenti di Dinas Kesehatan KKR, namun diteruskan kembali kepada Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat.
2) Fleksibilitas
Kelengakapan data yang dimiliki oleh Puskesmas Sungai Rengas meliputi data wilayah, data demografi, data ABJ. Ketersediaan data ini akan memudahkan petugas melakukan penyelidikan epidemiologi. Namun disayangkan data cuaca belum tersedia sehingga tidak mampu melakukan prediksi akan adanya ledakan jumlah nyamuk aedes.
3) Akseptabilitas
Peran masyarakat dan petugas kesehatan dalam pelaksanaan surveilans sudah sangat membantu. Namun disayangkan mantri dan klinik swasta belum mau ikut terlibat dalam surveilans, mungkin dikarenakan merasa terbebani jika harus melakukan pelaporan setiap kali menemukan tersangka DHF. Peran masyarakat dalam pemantauan jentik masih belum baik dan masih harus dilakukan oleh kader, belum ada kesadaran dari masyarakat kecuali melaporkan adanya kejadian demam tinggi yang tidak turun-turun.
4) Sensitifitas
Pelaporan kasus DHF dilakukan setelah melakukan uji DHF di rumah sakit, sehingga kasus yang dilaporkan benar-benar kasus DHF dan bukan kasus penyakit yang mirip seperti Thypoid atau Chikungunya.
5) Prediktif
Kelengakapan data ABJ, jumlah penderita positif, kejadian tahun-tahun sebelumnya, dan daerah kejadian dapat dijadikan prediksi apakah akan terjadi KLB atau tidak. Akan lebih baik lagi jika ada data cuaca karena perkembangbiakan aedes biasanya saat hujan. Adanya data cuaca akan menjadikan petugas berada lebih maju bertindak sebelum adanya ledakan populasi nyamuk aedes.
6) Representatif
Beberapa tahun yang lalu pembuatan grafik dan sebaran kasus rutin dibuat. Namun karena kendala tenaga dimana petugas surveilans juga merangkap sebagai tenaga pelayan kesehatan, maka sudah beberapa tahun ini tidak lagi dibuat grafik dan sebaran kasus. Rekomendasi yang bisa diberikan adalah disediakannya program computer yang mampu membuat grafik dan sebaran wilayah serta kemungkinan akan adanya kasus berdasarkan cuaca dan ABJ setiap desa. Dengan demikian petugas tidak terlambat melakukan pelaporan dan analisa. Atau akan lebih baik jika ada petugas surveilans tersendiri yang terpisah dari pelayanan kesehatan.
7) Tepat waktu
Karena pelaporan sekarang menggunakan jasa layanan SMS, maka pelaporan ke Dinas Kesehatan KKR dapat dengan segera dilakukan. Namun akan sangat baik jika dibuat jejaring online dimana semua dapat mengakses profil surveilans epidemiologi yang berjalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda tentang tulisan saya.
Saya yakin komentar anda akan lebih memperkaya warna di blog ini