Tampilkan postingan dengan label Untukku Agamaku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Untukku Agamaku. Tampilkan semua postingan

Jumat, 27 Agustus 2010

Hukum Tentang Puasa Ramadhan

Injected From: http://forum.dudung.net/index.php?topic=12367.0

Puasa secara bahasa berarti menahan ( imsak ). saat seorang diam maka dia dikatakan shaum. saat seorang menahan makan dia juga bisa dikatakan shaum dan seterusnya.

kemudian shaum ini secara istilah maknanya berubah menjadi lebih khusus. yaitu menahan dari segala sesuatu yang sudah ditentukan, di waktu tertentu dan dilaksankan oleh seorang tertentu.

Tidak wajib puasa selain ramadhan menurut ijma. ketika puasa selain ramadhan menjadi wajib, maka hal tersebut karena ada sesuatu yang menyebabkan puasa tersebut wajib. semisal nadzar dan lain-lain. dalilnya adalah hadis nabi SAW saat ditanya oleh orang a'rabi. dalam perkataan beliau SAW : dan puasa ramadhan. bertanya orang a'rabi : apakah wajib bagiku selain bulan ramadhan ? jawab nabi : tidak. terkecuali engkau mau berpuasa sunah. ( hadis riwayat abu hurairah, diriwayatkan oleh bukhari dalam bab shaum 1899 )

diriwayatkan oleh abu dawud dg sanadnya dari 'abdurrahman bin abi laila dari mu'adz bin jabal: puasa diubah menuruti tiga perubahan. kemudian berkata : nabi SAW pertama kali berpuasa tiga hari setiap bulan, dan berpuasa 'asyura'. kemudian allah menurunkan : diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan pada orang-orang sebelum kalian. pada saat ayat ini turun, orang masih bebas untuk memilih antara puasa dan tidak.dan yang tidak berpuasa cukup mengganti dengan memberi makan fakir miskin setiap harinya. ini berlangsung selama satu tahun, kemudian allah menurunkan : di bulan ramadhan yaitu ketika qur'an diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan mengenai petunjuk tersebut dan pembeda. maka ketika kalian menyaksikan bulan tersebut, berpuasalah.

Puasa ditandai saat keluarnya fajar, dan berakhir saat tenggelamnya matahari. sebagaimana hadis nabi SAW : jika malam hari datang dari sini, dan siang tidak kelihatan dari sini, serta matahari tenggelam dari sini, maka orang yang berpuasa sudah boleh berbuka. ( hadis 'umar diriwayatkan oleh bukhari dalam bab shaum 1954 ).


Tentang Hilal

tidak wajib puasa ramadhan sampai terlihat hilal. sehingga jika hari mendung karena tidak melihat hilal, maka dia harus menyempurnakan bulan sya'ban terlebih dahulu. sebagaimana hadis riwayat ibnu 'abbas : berpuasalah jika kamu melihat hilal, dan berbukalah saat kamu melihatnya, jika kamu diliputi keraguan, maka sempurnakanlah masa bulan yang sedang kamu lalui dan janganlah kamu menghadapi bulan yang kamu ragu didalamnya. ( hadis riwayat muslim dalam bab shiyam )

Masalah : jika hitungan hari sudah tiga puluh, dan kita mengira hari tersebut masih bulan sya'ban, kemudian terbukti hari tersebut sudah memasuki bulan ramadhan, maka kita wajib menqadha' puasa yang tertinggal hari itu.

Masalah : Jika melihat hilal di satu negara, tapi tidak melihatnya di negara yang lain, maka kewajiban puasa menyeluruh, atau tidak terbatas hanya pada negara yang melihat hilal saja. hal ini jika negara tersebut berdekatan. adapun jika berjauhan, maka kewajiban hanya pada yang melihat hilal saja ( lihat al-majmu' syarah muhadzab juz 5 hal. 272 )

Tentang hal-hal yang membatalkn puasa

1. makan dan minum.
2. jima' ( bersetubuh )
3. istimna' ( onani )
4. menyengaja untuk muntah
5. mengeluarkan darah dg berbekam ( khilaf )
6. keluarnya darah haidh dan nifas bagi perempuan

Tentang sunah-sunah untuk orang yang berpuasa

1. Sahur
2. mengakhirkan sahur
3. mempercepat berbuka ( ifthar )
4. berdoa ketika berbuka dg doa : allahumma laka shumtu wa'ala rizqika afthartu
5. Bersiwak
6. memberi makan pada orang yang sedang puasa yang tidak mampu


Tentang kewajiban berpuasa

Puasa wajib untuk orang islam baligh berakal dan mampu serta dalam keadaan mukim dalam suatu tempat. sehingga orang gila, musafir, sakit, bayi, orang hamil dan menyusui tidak diwajibkan puasa.

Imam nawawi dalam majmu' syarah muhadzab menyebutkan, orang yang murtad tidak wajib berpuasa. dalam arti pada masa murtadnya. sehingga murtad akan terus berdosa ketika tidak melakukan puasa pada masa murtadnya. ( lihat al-majmu' syarah muhadzab hal. 249 juz 5 )

adapun bayi, dia tidak diwajibkan berpuasa sebagaimana hadis nabi SAW : diangkat pena dari tiga orang. dari anak kecil sampai dia baligh, dari orang yang tidur sampai dia terbangun, dan dari orang yang gila sampai dia sadar. ( lihat majmu' syarah muhadzab juz 5. hal 250 ). tapi ketika sudah mencapai sembilan tahun dia harus mulai diperintah melaksanakan puasa, dan dipukul dg pukulan ringan saat dia meninggalkannya pada usia sepuluh tahun. hal ini diqiyaskan dg hadis shalat. ketika sang bayi sudah baligh, dia tidak wajib menqadha' puasa yang ditinggalkan pada masa kecilnya.

begitu juga orang gila tidak diwajibkan puasa. ataupun saat dia gila kemudian sadar, dia pun tidak diwajibkan menqadha' puasa yang tertinggal pada masa gilanya.hal ini melihat hadis yang diriwaytkan oleh 'aisyah diatas.

adapun orang yang pingsan, maka dia wajib menqadha' saat dia sadar. hal itu tersebut dalam firman allah : barang siapa yang sakit atau dalam perjalanan, maka hitungannya ada di hari yang lain. pingsan berbeda dengan gila. karena sebagaimana perkataan imam nawawi, gila adalah kekurangan ( naqsh ) yang hal tersebut ada pada hadis 'aisyah diatas, sedangkan pingsan adalah penyakit yang menyebabkan masuk pada keumuman ayat ( al-baqarah ).

perincian pendapat tentang orang gila adalah sebagai berikut : menurut abu ishaq al-syairazi orang yang pingsan harus menqadha'. pendapat ini diriwayatkan oleh mawardi dan abnu shabagh dan selainnya dari ibnu suraij. berkata al-mawardi : madzhab ibnu suraij ini tidak benar. adapun pendapat imam syafi'i dan abu hanifah serta fuqaha' yang lain : orang gila tidak wajib qadha saat dia sadar. pendapat inilah yang kita pakai. terdapat madzhab yang lain dari sufyan atsauri : jika orang yang gila sadar ditengah-tengah bulan ramadhan, maka dia wajib menqadha' setengah bulan yang dilalui tanpa puasa. dan jika dia sadar setelah habisnya bulan ramadhan, maka dia tidak wajib qadha'.

Masalah : jika terdapat orang murtad kemudian dia gila, maka dia wajib menqadha' semuanya. artinya ketika dia masuk islam, hari yang diqadha' tidak dikurangi dg masa gilanya si murtad.karena ketika dia gila dalam keadaan murtad, sedangkan murtad hukum asalnya wajib berpuasa ketika si murtad masuk islam kembali. pendapat ini diriwayatkan oleh imam rafi'i.

Masalah : jika orang kafir memeluk islam di tengah hari di bulan ramadhan, maka si kafir di sunatkan menahan untuk tidak makan sampai selesainya hari tersebut. hal ini adalah penghormatan waktu ( hurmah al-waqt ). dan kafir tidak wajib menqadha' puasa yang tertinggal semasa kafirnya orang tersebut. hal ini berdasar firman allah : katakanlah bagi orang-orang kafir untuk berhenti ( dari kekafirannya ), maka akan diampuni apa yang telah berlalu.

Tentang puasa perempuan

Orang yang haidh dan nifas wajib menqadha' puasa ketika mereka suci. sebagaimana riwayat 'aisyah : kita di perintahkan untuk menqaha' puasa dan tidak di perintah untuk menqadha' puasa. ( hadis diriwayatkan oleh muslim no. 336 )

adapun perincian hukumnya adalah, tidak wajib bahkan haram orang yang sedang haidh ataupun nifas untuk berpuasa. jika orang yang haidh suci di tengah hari saat puasa, maka dia di sunahkan untuk imsak ( menahan sebagaimana orang yang sedang puasa ) sampai selesainya hari tersebut. Abu hanifah dan auza'i serta atsauri memandang wajib imsak, begitu juga pengarang kitab 'iddah. adapun pendapat yang kita pakai adalah dari imam syafi'i tentang tidak wajibnya hal tersebut.

Masalah : jika dalam keadaan puasa seorang perempuan memasukkan air ke dalam alat kelaminnya, maka batal puasanya beserta kewajiban menqadha'. demikian pendapat yang mu'tabar dalam madzhab. ( lihat dar-alifta pembahasan puasa )

Tentang niat

Tidak sah puasa jika tanpa niat sebagaimana hadis riwayat 'Umar : bahwa setiap perbuatan tergantung pada niatnya. kewajiban niat adalah pada setiap harinya. hal itu dikarenakan puasa adalah ibadah yang dilaksanakan di waktu fajar, dan selesai ketika tenggelanya matahari. tidak shah puasa ramadhan jika niatnya di mulai pada siang hari sebagaimana hadis riwayat hafshah : barang siapa yang tidak memulai niatnya di malam hari tidak ada puasa pada hari trersebut. ( diriwayatkan oleh tirmidzi dalam bab shaum no 730 )

Masalah : apakah boleh jika niatnya bersamaan dengan munculnya fajar ? berkata ulama syafi'iah : di bolehkan niat bersamaan saat fajar muncul. hal tersebut dikarenakan puasa adalah ibadah. dan ibadah niatnya bisa bersamaan dengan dimulainya ibadah tersebut. dan ibadah puasa dimulai sat fajar, sehingga niat saat fajar pun di bolehkan.

Niat diwajibkan mengkhususkan perbuatan. dalam hal puasa, maka orang yang niat wajib meniatkan puasa untuk bulan ramadhan. hal inilah yang dimaksud dalam hadis umar : bagi setiap orang adalah apa yang menjadi niatnya ( innama likullim ri in ma nawa )

Masalah : jika orang yang sedang haidh berpuasa untuk esok hari sebelum berhentinya darah, kemudian ternyata darahnya benar-benar berhenti di malam hari tersebut, maka berkata al-baghawi : jika memang kebiasan berhentinya darah pada malam hari, maka shah puasanya.karena jika malam hari berhenti, siangnya di hitung suci.

Tentang kesunahan berbuka

Disunahkan berbuka diawali dengan kurma atau segala makanan yang mempunyai rasa manis, jika tidak menemukan makanan yang manis-manis maka disunahkan diawali dengan air. dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh ibnu 'amir : berkata rasululah SAW : jika engkau berbuka maka berbukalah dengan kurma, jika tidak menemukan, maka berbukalah dengan air. karena sesungguhnya air itu suci. ( diriwayatkan oleh abu dawud dalam bab shaum 2345 )

tentang Qadha'

Jika seseorang mempunyai hutang bulan ramadhan, maka tidak boleh mengakhirkan qadha' nya sampai datang ramadhan berikutnya. Sehingga jika kejadian seperti ini, maka diwajibkan baginya untuk membayar satu mud per hari yang d diqadha' untuk bulan kemarin. sebagaimana hadis riwayat abu hurairah : barang siapa menunda qadha' ramadhan sampai datang ramadhan berikutnya, maka dia diharuskan berpuasa untuk bulan ramadhan bersama dg orang-orang yang berpuasa, dan dia diwajibkan menqadha' bulan ramadhan yang lalu dengan membayar satu mud untuk fakir miskin.
Masalah : jika mengakhirkannya karena ada udzur seperti sakit yang berkelanjutan hingga akhirnya datang ramadhan berikutnya, maka hanya diwajibgkan qadha'. ini adalah pendapat abu hurairah dan ibnu 'abbas serta 'atha' bin abi rabbah.

Masalah : dalam menqadha' ramadhan apakah diharuskan berurutan atau boleh terpisah ? berkata ulama syafi'iah : disunahkan berurutan. tapi jika terpisah sudah mencukupi.

Masalah : Dibolehkan menurut syafi'iah menqadha' puasa ramadhan di semua bulan dan hari sebelum memasuki ramadhan berikutnya tekecuali dihari 'id dan tasyriq. dan tidak dimakruhkan ketika menqadha' di hari/bulan yang pada asalnya di makruhkan.

Masalah : jika seseorang mempunya hutang bulan ramadhan, dan tidak sempat menqadha' sampai meniggal, maka tafshil ( rinci ) : jika dia tidak menqadha' karena udzur misalkan sakit yang berkepanjangan sampai mati, maka bagi keluarganya tidak wajib apapun. tapi jika untuk menqadha' tidak ada udzur, maka bagi keluarganya wajib mngeluarkan satu mud perhari.

Tentang Sahur dan berbuka puasa

Hukum sahur adalah sunah, sebagaimana hadis nabi SAW yang diriwayatkan oleh anas : sahurlah kalian semua. karena dalam setiap sahur itu terdapat berkah. ( di riwayatkan oleh muslim dalam bab fashl al-sahur no 1090 )

Waktu sahur adalah mulai dari tengah malam, sampai terbitnya fajar. dan disunahkan mengakhirkan sahur, sebagaimana hadis nabi SAW yang diriwayatkan oleh abu dzar : Umatku masih senantiasa dalam kebaikan jika mereka mempercepat buka puasa dan mengakhiran sahur. (diriwayatkan oleh ahmad dalam musnadnya no 21370 )

Tentang jima' di siang ramadhan

jika puasa batal sebab jima', maka wajib baginya untuk menqadha' dg membayar kafarah 'udzma. karena jika orang yang sakit dan musafir diperintahkan untuk menqadha' , maka orang yang jima' lebih harus diperintahkan lagi karena tidk adanya 'udzur. dan wajib baginya menahan ( imsak ) sampai terbenamnya matahari karena orang yang jima' berbuka dg tanpa 'udzur.. Untuk kafarah :wajib hanya bagi laki-laki karena diqiyaskan dengan mahar

kafarah itu berupa memerdekakan budak, jika tidak mampu, berpuasa dua bulan berturut turut, jika tidak mampu, memberi makan enam puluh orang miskin.

Tentang makan/ minum dalam keadaan lupa

Jika seorang yang sedang puasa makan/minum dalam keadaan lupa, maka puasanya tidak batal. sebagaimana hadis abu hurairah dari nabi SAW : barang siapa yang makan/minum dalam keadaan lupa, maka tidak batal puasanya. sesungguhnya itu adalah rizki yang diberikan oleh allah ( hadis diriwayatkan oleh tirmidzi dalam bab shaum 721 )

Masalah : jika orang yang berbuka karena tidak tahu, maka tidak ada masalah dg puasanya. karena ketidak tahuannya dihitung udzur.

Masalah : jika seorang yang sedang puasa dipaksa untuk membatalkan puasanya sehingga makanan tersebut sampai pada tenggorokan, maka tidak batal puasanya karena orang yang berpuasa tadi dalam keadaan terpaksa.

Tentang Safar

Jika orang yang berpuasa berniat melakukan perjalanan, maka jika perjalannya lebih dari 82 km di bolehkan berbuka. tapi jika perjalanan untuk melakukan maksiat, maka haram berbuka menurut ulama syafi'iah. hal ini berdasar hadis dari hamzah bin amru, berkata : ya rasulallah SAW, apakah ada puasa dalam perjalanan ? berkata rasul SAW : jika engkau mau berpuasalah, dan jika jika engkau tidak berkenan maka berbukalah. ( hadis diriwayatkan oleh bukhari dalam bab shaum 1942 )madzhab tiga selain hanbali, mensyaratkan bolehnya berbuka saat
safar yaitu jika dimulainya safar sebelum keluar fajar. adapun setelah keluar fajar, maka tidak boleh berbuka terkecuali keadaan memaksa untuk itu. walhasil, berbuka dalam keadaan safar dibolehkan dengan dua syarat :
1. jaraknya lebih dari 82 km
2. memulai perjalannya sebelum keluar fajar

Tentang mandi di laut

Mandi di laut tidak membatalkan puasa. berkata abu yusuf pembesar madzhab hanafi bahwa mandi di laut karena haus sehingga mengakibatkan perut dingin tidak membatalkan puasa. dalam hadis nabi SAW disebutkan : bahwasanya nabi SAW menyiramkan air ke kepala beliau dan beliau dalam keadaan puasa. ( lihat dar al-ifta pembahasan tentang shaum )

Tentang junub ketika berpuasa

Puasa dibolehkan walaupun dari awal terlihatnya fajar saat dalam keadaan junub. sebagaimana hadis riwayat 'aisyah : Nabi SAW memasuki subuh saat dalam keadaan subuh bukan yang ihtilam, dan beliau tetap berpuasa. ( hadis diriwayatkan oleh bukhari dalam bab shaum 1931 )

Tentang sesuatu yang dimasukkan ke mulut

segala sesuatu yang dimasukkan ke mulut tidak membatalkan puasa selagi tidak masuk ke tenggorokan. sehingga dibolehkan menggosok gigi, berkumur, dll. tapi kalau sampai masuk ke tenggorokan maka batal puasanya ( lihat fatawa azhar no 757 oleh syekh hasan makmun )

Tentang Dzan ( sangkaan )

jika sahur ketika fajar dg sangkaan belum tiba waktu setelah fajar, tapi ternyata kenyataannya dia sahur setelah fajar, maka batal puasanya. hal tersebut disebabkan al-dzan, bukan al-yaqin.karena dalam kaidah : la 'ibrata bial-dzanni al-bayyin khata'uhu. ( lihat fatwa azhar no 765 oleh syekh ahmad huraidi )

Tentang orang tua dan sakit

Orang tua dibolehkan berbuka dg ketidakmampuannya untuk berpuasa dg syarat membayar fidyah. fidyah dibayar dg memberi makan pada fakir miskin satu mud setiap harinya untuk puasa yang ditinggalkan. begitu juga orang sakit yang terus menerus sehingga keadaan menjadi sangat lemah maka dibolehkan berbuka dg ganti membayar fidyah, hal ini didasarkan atas firman allah : allah menghendaki memberi kemudahan, dan tidak menghendaki memberi kesulitan. (lihat fatwa azhar 1137 oleh syekh jadulhaq )

Rabu, 11 Agustus 2010

Mengapa Babi Diharamkan?

Saya yakin semua teman-teman tahu bahwa babi diharamkan bagi umat Islam. Kenapa? Yang pasti Allah memiliki alasan yang kuat dan beberapa alasan yang berhasil dikemukakan oleh para ulama Islam dapat kita ketahui dari artikel berikut ini.

Janganlah kita bersikap buruk sangka kepada Allah hanya karena kita tidak tahu alasan mengenai suatu hukum yang telah ditetapkan oleh-Nya. Bacalah artikel ini dan anda akan merasakan bahwa begitu besar kasih sayang Allah kepada umatnya sehingga apa-apa yang akan membahayakan atau melunturkan kemuliaan manusia (prikemanusiaan) dilarang untuk dikonsumsi.

Fakta lainnya bahwa usia manusia sangatlah singkat, sehingga sangat sulit bagi manusia untuk mempelajari semua alasan atas apa yang ditetapkan hukumnya...

Kamis, 07 Januari 2010

PENTINGNYA SERTIFIKASI HALAL

Kehalalan suatu makanan bagi seorang muslim adalah suatu yang mutlak karena ada beberapa makanan yang diharamkan oleh Islam. Adanya halal dan haram tidaklah membuat terhambatnya pemenuhan kebutuhan hidup seorang muslim melainkan memberikan perlindungan kepada muslim tersebut. Selain haram dimakan ada pula yang bahkan haram memegangnya, misalnya babi dan anjing. Bukan karena suatu alasan medis atau filosofi hewan tersebut yang menjadikannya haram, tetapi memang Allah telah mengharamkannya sebagai ujian bagi pemeluk agama Islam, apakah akan taat atau tidak.

Kehalalan juga tak hanya diukur dari bendanya, tetapi cara perlakuan dan cara memperolehnya. Bisa saja produsen makanan menganggap semua ayam boleh dikonsumsi oleh muslim tanpa memperhatikan proses pengolahan ayam hingga tersaji. Disinilah peranan adanya peninjauan oleh lembaga pemberi sertifikasi halal. Jika semua proses pengolahan sudah sesuai syariat, maka produsen tersebut layak mendapatkan sertifikat halal yang tercetak pada trade mark-nya. Demikian pula jika ternyata produsen makanan tersebut tidak mengolah makanannya secara syariah, maka walaupun makanan yang diolahnya halal tidak akan diberikan sertifikat halal.

Sertifikat halal bukan hanya berguna bagi pemeluk islam tetapi juga bagi seluruh umat. Karena di dalam Islam tata cara pengolahan makanan telah diatur sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan pengkonsumsinya. Dengan demikian bagi non muslim tidak perlu gusar dan salah paham serta merasa umat muslim begitu diistimewakan, karena semua itu adalah untuk kesehatan seluruh umat manusia.

Disisi ekonomi sertifikasi halal akan sangat membantu produsen meningkatkan daya jualnya. Separuh populasi di dunia adalah pemeluk agama Islam, bayangkan jika tidak ada keraguan bagi mereka atas produk suatu produsen karena telah disertifikasi halal. Laris, kan? Dengan begitu, produsen tidak perlu khawatir jika akan kedatangan tamu dari lembaga pemberi sertifikasi halal. Malahan seharusnya disambut dengan penuh suka cita karena tidak akan ada lagi konsumen yang meragukan kehalalan produknya.

Mari berlomba mendaftarkan kehalalan produk, dan mari bersama menciptakan kehidupan yang lebih baik.

Senin, 21 Desember 2009

15 SEBAB DICABUTNYA BERKAH

Pernahkah anda merasa apa yang anda usahakan selalu gagal? Padahal anda telah berjuang mati-matian untuk mendapatkan kebaikan. Apa yang salah?
Mungkin copian dari site ini bisa memberikan jawabannya

Berkah adalah sesuatu yang tumbuh dan bertambah, sedangkan tabarruk adalah do’a seorang manusia atau selainnya untuk memohon berkah.

Allah SWT menjadikan berkah hanya bagi hamba-hamba Nya yang beriman, bertaqwa dan shaleh. Firman Allah dalam surat Al-A’raaf ayang 96 yang artinya “Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi…”

Beberapa sebab dicabutnya Berkah :

1. Tidak adanya Taqwa dan Tidak takut kepada Allah SWT.

Jika anda tidak bertaqwa dan tidak takut kepada Allah SWT, maka tidak ada kebaikan dan berkah di dalam kehidupan anda, Anda tidaklah dinamakan sebagai orang yang benar-benar beriman.

2. Tidak Ikhlas dalam beramal.

Allah SWT tidak memberikan berkah-Nya untukmu bila engkau tidak menyiramkan air keikhlasan terhadap amal perbuatanmu.

3. Tidak menyebut nama Allah SWT dalam setiap perbuatan dan tidak melakukan Dzikir serta Ibadah kepada-Nya.

Setiap perbuatan yang tidak diawali dengan Bismillah, maka perbuatan itu terputus untuk memperoleh kebaikan dan berkah, bahkan perbuatan anda tersebut akan disertai syetan. Segala sesuatu yang berhubungan dan disertai syetan, maka berkahnya terhapus.

4. Memakan barang yang haram dan yang dihasilkan dari perbuatan haram.

Allah SWT tidak akan memberkahi harta yang engkau dapatkan dari jalan yang haram, karena itulah yang akan menyebabkanmu harus menerima azab dan siksa Allah.

5. Tidak berbakti kepada kedua orang tua dan menyia-nyiakan hak anak.

Tidak ada kebaikan dan keberkahan dalam kehidupanmu jika engkau tidak berbakti kepada orang yang menyebabkan keberadaanmu di dalam kehidupan ini, yang lelah terjaga saat malam karenamu ; agar engkau menjadi manusia yang shaleh.

6. Memutus tali silaturahmi dan hubungan kekerabatan.

Allah SWT tidak akan memberkati harta, tempat tinggal, umur dan anakmu jika engkau tidak menjalin hubungan silaturahmi dengan kaum kerabat dan saudara kandungmu.

7. Sikap Bakhil dan tidak mau berinfak.

Allah SWT tidak akan memberkahi harta yang hanya disimpan oleh pemiliknya dan enggan untuk menginfakkannya, karena perbuatan tersebut adalah perbuatan bakhil yang sangat tercela dan dibenci.

8. Tidak bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya.

Tidak ada kebaikan dan keberkahan dalam setiap hidup, jika seseorang dalam setiap aktifitasnya hanya bersandar pada usahanya saja tanpa menyandarkan dirinya pada Allah.

9. Tidak Ridha terhadap apa yang diberikan Allah dan tidak pernah merasa puas ( tidak qana’ah)

Tidak akan ada kebaikan dan keberkahan dalam kehidupanmu jika engkau tidak ridha terhadap apa-apa yang diberikan Allah kepadamu, dan tidak merasa puas dengan apa yang ada padamu. Ketika itu engkau dalam keadaan terhina disisi Allah.

10. Melakukan perbuatan maksiat dan dosa, serta enggan bertaubat dan beristighfar.

Tidak akan ada kebaikan dan keberkahan pada harta ahli maksiat dan tidak akan ada keberkahan dan pertumbuhan pada harta seorang pendosa. Karena Allah SWT telah menjanjikan kepada ahli maksiat dan pendosa akan kehidupan yang sempit dan sulit.

11. Tidak mendidik anak dengan ajaran agama

Anak kita adalah tumpuan hati kita, pengharum jantung kita, pewangi aroma dunia dan buah kehidupan kita. Siapa saja yang berlaku buruk terhadap anak maka ia telah merugi dan telah melakukan ketidakpatutan. Anak kita adalah madu kehidupan kita.

12. Berbuat kerusakan dan keburukan dimuka bumi

Tidak akan ada kebaikan ataupun keberkahan dalam kehidupan orang-orang yang melakukan kerusakan di muka bumi ini. Karena mereka berhak mendapatkan laknat dari Allah.

13. Tidak bersyukur kepada Allah atas nikmat-Nya.

Jika kau tidak mensyukuri nikmat Allah yang telah diberikan-Nya, maka tidak akan ada kebaikan, keberkahan dan kebahagiaan dalam seluruh kehidupanmu. Maka jadilah engkau termasuk orang-orang yang kufur.

14. Pertengkaran dan perselisihan antara suami-istri.

Tidak ada kebaikan dan keberkahan, juga tidak ada kebahagiaan dalam kehidupan seluruhnya jika terdapat percekcokan, pertengkaran dan perselisihan, apapun penyebabnya. Terlebih jika semua itu terjadi diantara pasangan hidup, laki-laki dan perempuan yang diikat oleh perjanjian yang kuat lagi kokoh.

15. Mendoakan kecelakaan bagi diri sendiri, anak-anak dan harta benda.

Tidak ada kebaikan dan keberkahan pada dirimu, anakmu atau harta bendamu jika engkau mendoakannya dengan kecelakaan, karena terkadang Allah mengabulkan doamu pada saat itu, maka terjadilah musibah dan engkau menyesal ketika penyesalan tak berguna lagi.

Rabu, 16 Desember 2009

Hikmah dalam Berdakwah Kepada Ummat

COPAS from: http://abuhumam.wordpress.com/2009/02/07/hikmah-dalam-berdakwah-kepada-ummat/
Oleh : Abu Zaky bin Mukhtar

Pada suatu hari, saat Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabatnya sedang berada di masjid, tiba-tiba datang seorang Arab Gunung (Badui) kencing pada salah satu bagian masjid. Melihat kelakuan badui ini para sahabat marah, bahkan ada sebagiannya yang hendak menarik dan menghajarnya.

“Mah! Mah!”, kata para sahabat menghardik si Badui agar tidak kencing di sana, namun tidaklah demikian dengan Rasulullah. Beliau melarang para sahabatnya berbuat kasar kepada si Badui ini. “Biarkan! Biarkan!” kata Nabi. Setelah ‘buang hajat’nya selesai, dipanggilah orang itu. Dengan lemah lembut Nabi katakan kepadanya: “Ini adalah Masjid, bukan tempat kencing dan buang kotoran. Sesungguhnya tempat ini untuk dzikrullah, shalat dan membaca al Quran”. Nabi kemudian menyuruh seseorang untuk menuangkan air pada bekas kencing orang tersebut.

Apa reaksi Arab Gunung menyaksikan kelembutan Nabi terhadap dirinya, berbeda dengan para sahabat yang tampak begitu geram, dia kagum dan berdo’a: “Ya Allah rahmatilah aku dan Muhamad dan jangan rahmati seorang pun selain kami berdua”.

Dasar memang Badui! Kemudian Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam mengingatkan orang ini dengan kelembutan. “Kenapa engkau menyempitkan sesuatu yang luas? Bukankah rahmat Allah itu luas?”. Demikianlah Imam Bukhari dan Muslim menukilkan peristiwa itu dari Sahabat Anas bin Malik.

Pada peristiwa lain disebutkan dalam suatu riwayat dari Muawiyah bin al-Hakam as-Sulami, “Aku dan para shahabat sholat bersama Rasulullah. Tiba-tiba ada seseorang dari jamaah yang bersin. Lantas kukatakan: “Yarhamukallah!” Maka kudapati semua mata mengarahkan pandangannya padaku. Kukatakan: ”Ada apa dengan kalian ini”? Ketika mereka melihatku berbicara dalam sholat, mereka memukulkan tangannya pada paha-paha merekapun (sebagai isyarat untuk diam). Tatkala mereka tampak diam tanpa bicara, maka aku pun diam.

Setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam selesai shalat, maka kudapati tak ada seorang pengajarpun yang lebih baik daripada beliau. Ayah ibuku sebagai jaminan, beliau tidak menghardik, memukul atau mencelaku. Bahkan dengan sabar beliau katakan: “Kita sedang shalat, padanya tidak boleh ada perkataan manusia. Sesungguhnya dalam sholat hanyalah untuk bertasbih, bertakbir dan bacaan al-Qur’an”.(Diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya).

Kesabaran dan Kelembutan

Kesabaran dan kelembutan adalah salah satu dari sekian akhlaq mulia Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam, bahkan terhadap mereka yang pernah menyakiti dirinya sekalipun. Seperti terjadi pada kisah datangnya Malakul Jibal (malaikat penjaga gunung Uhud) kepada beliau –sekembali beliau dari Thoif yang penduduknya menolak dakwah beliau, mencacinya bahkan menyakitinya.

Malakul Jibal mengatakan: “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan mereka terhadapmu, dan aku adalah Malakul Jibal yang diutus Allah kepadamu untuk mentaati segala apa yang engkau perintahkan. Apa yang engkau kehendaki? Jika engkau mau, niscaya akan kuratakan negeri mereka dengan tanah”.

Apa jawaban Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam : Tidak, bahkan aku berharap dari keturunan mereka akan muncul orang yang beribadah kepada Allah yang tidak menyekutukannya.

Dalam riwayat lain beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam berdoa:

Ya Allah berikan petunjuk kepada kaumku, karena mereka orang-orang yang tidak megerti. (HR. Bukhari Muslim)

Demikianlah apa yang kita dapati dari pribadi beliau dalam berdakwah, penuh kelembutan yang memang demikianlah hukum asal dalam berdakwah. Sebagaimana dikatakan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam :

Tidaklah ada kelembutan pada sesuatu, kecuali ia akan mengindahkannya. Dan tidaklah tercabut dari sesuatu, kecuali akan menjelekkannya. (HR. Muslim)
Dalam lafadz yang lain beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

Barangsiapa yang terhalang berbuat kelembutan, maka akan terhalang dari kebaikan. (HR. Muslim)

Sikap lemah-lembut ini pula yang menuai pujian Allah terhadap diri beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam, sebagaimana Allah katakan dalan firman-Nya:

Dan sesungguhnya engkau memiliki akhlaq mulia.(al-Qalam: 4)

Dikarenakan rahmat Allah-lah engkau berlemah lembut. Sekiranya engkau berhati keras niscaya mereka akan lari dari sekitarmu. Maafkanlah mereka dan mintakan ampun untuk mereka…. (Ali Imran: 159)

Kapan Harus Bersikap Lembut dan Kapan Harus Bersikap Keras.

Sungguhpun demikian, bukan berarti tidak pernah dicontohkan sikap keras dan marah oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. Terkadang beliau pun bersikap tegas bahkan keras.

Pada dasarnya memang begitu, seorang penyeru atau da’i bagaikan dokter menghadapi pasiennya. Adakalanya ia memberikan obat dengan dosis rendah. Namun jika pada saat tertentu, ia akan memberikan obat dengan dosis tinggi atau bahkan mengantarkannya ke meja operasi atau amputasi. Inilah yang dinamakan hikmah yang bermakna, tepat dalam menempatkan sesuatu pada tempatnya, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Kapan ia harus bersikap lembut dan kapan harus bersikap keras.

Perlu disikapi dengan lemah lembut karena ia orang awam dan sikap tegas dan keras diperlukan untuk menasihati seseorang yang pada dasarnya memiliki keikhlasan dalam beragama

Terkadang, seseorang itu perlu disikapi dengan lemah lembut karena ia orang awam, belum mengerti tetang hukum dan aturan agama seperti si badui tadi, atau mungkin baru memeluk agama ini seperti Mu’awiyah bin Hakam dalam kisah di atas. Adakalanya sikap tegas dan keras diperlukan untuk menasihati seseorang yang pada dasarnya memiliki keikhlasan dalam beragama namun berbuat sesuatu yang tidak pantas ia kerjakan. Atau mereka yang terlelap dalam kelalaian yang dalam dirinya masih terselip kecenderungan untuk berbuat baik dan gelisah dengan kemungkaran dan kemaksiatan atau buat mereka yang hatinya tengah sakit sehingga dibutuhkan ‘shock terapy’ sebagai pelecut semangat dalam mengikuti kebenaran.

Kita perhatikan beberapa riwayat berikut ini yang menunjukan sikap diameteral dengan kisah-kisah tersebut di atas.

Dikisahkan dari Jabir Radiyallahu ‘anhu bahwa Mu’adz bin Jabal shalat Isya bersama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ia pulang ke kaumnya dan mengimami sholat di sana. Ia pada rakaat pertama membaca surat al-Baqarah. Kemudian seseorang keluar dari shalat tersebut dan melanjutkan shalat sendirian. Orang-orangpun berkata: “Engkau munafik”?

Ia menjawab: “Tidak! Demi Allah, aku akan adukan kepada Rasulullah.” Mereka datang dan mengadukannya kepada Nabi.

Berkata si pemuda: “Ya Rasulullah, kami adalah orang yang bekerja seharian, sesungguhnya Mu’adz shalat isya bersama engkau, setelah itu ia mengimami kami dan membaca surat al-Baqarah –padahal kami membutuhkan waktu istirahat”.

Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam kemudian berpaling kepada Mu’adz seraya berkata:

Ya Mu’adz, apakah kamu mau jadi tukang fitnah?! (Jika engkau mengimami) bacalah ini dan itu! (HR Bukhari dan Muslim)

Imam Muslim juga telah mengeluarkan dalam shahihnya, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam melihat seseorang mengenakan cincin dari emas di jarinya. Maka beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam mencabut dan melemparkannya seraya bersabda:

Sungguh salah seorang di antara kalian dengan sengaja melingkarkan api neraka di tangannya! Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam pergi, dikatakan pada orang tadi. “Ambil cincinmu kembali, siapa tahu ia berguna.” Maka dijawabnya: “Tidak, demi Allah aku tidak akan mengambil cincin yang telah dilemparkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam selamanya”.

Dua peristiwa di atas merupakan teguran keras dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam. Apalagi bagi seorang Mu’adz bin Jabal yang dikenal mempunyai banyak keutamaan dan merupakan kepercayaan Rasulullah. Sehingga ucapan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam yang keras itu demikian menghunjam dalam sanubarinya, dan kemudian membawanya pada sebuah kesadaran atas kekeliruan yang ia perbuat. Muadz, memang telah memberikan persaksian bagi kita bahwa beliau memang ikhlas dalam beramal yang mengantarkannya pada posisi diridhoi Allah.

Demikian halnya laki-laki bercincin emas tadi. Teguran Nabi dibarengi dengan menarik dan membuang cincin yang dikenakannya adalah sebuah tamparan keras akan kelalaiannya. Bukannya mereka kemudian lari dan menjauh dari kebenaran yang sampai kepadanya, yang ada justru semakin mengokohkan keimanannya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dengan tidak menghiraukan perhiasan yang memiliki nilai dalam pandangan manusia yang berorientasi terhadap dunia.

Ketegasan sikap Nabi ini diikuti pula oleh para sahabatnya yang mulia. Sahabat Nabi adalah model masyarakat yang paling ideal dan sempurna dalam mengaplikasikan risalah yang yang dibawa Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam saat itu. Mereka hidup bersama Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam, mereka menyaksikan wahyu yang diturunkan sekaligus mengerti apa yang dimaukan Rabbnya karena mendapat bimbingan langsung dari al-Khalil Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam. Oleh karenanya, kepada merekalah firman Allah tujukan:

Kalian adalah umat yang terbaik. (Ali Imran: 110)

Dengan demikian jika ingin menjadi yang terbaik kita tinggal mengikuti dan mencontoh mereka. Dan kepada mereka pula Allah telah memberikan garansi keridhaan sebagaimana firman-Nya:

Orang-orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan Muhajirin dan Anshor dan yang mengikuti mereka dengan baik Allah ridho kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah…(at-Taubah: 100)

Kita lihat pensikapan generasi terbaik dalam menjalankan dan menjaga kebenaran terhadap mereka yang memang harus disikapi dengan tegas.
Adalah Abdullah bin Mughaffal ketika melihat seseorang melempar (musuh dengan batu dalam suatu peperangan), ia berkata:

Jangan melempar, karena Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam membenci atau melarang melempar. Karena dengannya tidak dapat membinasakan musuh dan mengalahkannya. Ia hanya bisa merontokkan gigi dan membutakan mata.
Kemudian Abdullah bin Mughoffal setelah itu masih melihat orang tadi melempar. Maka ia katakan kepadanya. “Aku menyampaikan hadits kepadamu tentang larangan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam melempar dan tidak menyukainya tapi engkau terus melakukan itu, Aku tidak mau berbicara denganmu selamanya!” (HR. Bukhari-Muslim)

Imam Muslim juga meriwayatkan dari Abdullah bin Umar bin Khathab, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Jika perempuan-perempuan kalian meminta izin untuk pergi ke masjid janganlah kalian melarangnya” Berkata Bilal bin Abdullah bin Umar bin Khattab: “Demi Allah, aku akan melarang mereka” Berkata (perawi): “Ibnu Umar kemudian mencelanya dengan celaan yang jelek yang tidak pernah didengarnya celaan seperti itu. Kata Ibnu Umar: “Aku kabarkan kepadamu dari Rasulullah lantas kau katakan, Demi Allah aku akan melarangnya”. Maka diriwayatkan, hingga wafatnya, Ibnu Umar tidak mau berbicara dengan anaknya, Bilal.

Sikap tegas sebagai bagian dari hikmah dalam mensikapi mereka yang lalai, atau menentang prinsip agama adalah buah dari proses tarbiyyah yang dibimbing Allah dan Rasul-Nya.

Sikap tegas sebagai bagian dari hikmah dalam mensikapi mereka yang lalai, atau menentang prinsip agama adalah buah dari proses tarbiyyah yang dibimbing Allah dan Rasul-Nya. Bahkan Allah membuat celaan-celaan yang vulgar seperti, “Mereka adalah binatang ternak” saat memberi julukan kepada orang yang tidak menggunakan mata, telinga dan hati untuk menerima kebenaran. (Lihat surat Al-A’raaf ayat 179). Atau Allah katakan “Keledai” kepada pembawa Taurat yang tidak memahami isinya (Surat Al-Jum’at: 5). Bahkan terhadap orang-orang kafir dan munafik Allah memerintahkan untuk bersikap keras dan melakukannya adalah Jihad.
Wahai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan munafik itu dan bersikap keraslah terhadap mereka. (at- Tahrim:9)

Sikap itu bukan muncul dari istiadat dan budaya yang sering disalahpahami banyak orang. Sekeras apapun orangnya jika memang agama ini mengharuskan ia berlaku lembut maka ia pun lembut. Sebaliknya, tipikal lembut pada seseorang tidak menghalanginya untuk berbuat tegas bahkan keras, melebihi orang yang keras sekalipun jika agama ini memerintahkannya. Kesemuanya itu muncul pada kehidupan para sahabat Nabi, semasa hidup atau sepeninggal beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam.

Bersikap keras dan tegas kepada para munafikin dan ahlul bid’ah

Menolak bersikap tegas terhadap orang yang harus disikapi tegas sama artinya dengan menolak petunjuk yang datangnya dari Allah dan RasulNya serta amalan generasi terbaik umat ini. Maka para Ulama ahlus sunnah sejak zaman salaf sampai hari ini sepakat untuk bersikap keras dan tegas kepada para munafikin dan ahlul bid’ah.

Yang menyedihkan adalah ketika mereka yang menamakan diri Komunitas Bening Hati atau para pengusung dakwah sejuk menganggap dakwah seperti itu sebagai dakwah yang keras, pemecah-belah umat, picik, tidak mau menerima perbedaan pendapat, selalu merasa diri yang paling benar, tukang cela, suka mendholimi sesama muslim, akan dijauhi umat dan seabreg tudingan lainnya.

Jawaban yang memuaskan atas kebimbangan dan kebingungan dari berbagai syubhat yang menerpa umat ini di antaranya datang dari Ulama besar, Imam Ahlus Sunnah Ahmad bin Hambal:

Jika engkau diam dan aku diam (tidak mau membicarakan kejelekan para rawi, pen), maka bagaimana seorang yang bodohl dapat mengetahui hadits shahih dari yang dha’if?. (lihat Irsyadul Bariyyah, hal. 103)

(Dikutip dari Bulletin Dakwah Manhaj Salaf Edisi: 15/Th. I tanggal 1 Dulhijjah 1424 H/23 Januari 2004 M, penulis Abu Zaky bin Mukhtar, judul asli “Hikmah dalam berdakwah”. Risalah Dakwah MANHAJ SALAF, Insya Allah terbit setiap hari Jum’at. Infaq Rp. 100,-/exp. Pesanan min. 50 exp di bayar di muka. Diterbitkan oleh Yayasan Dhiya’us Sunnah, Jl. Dukuh Semar Gg. Putat RT 06 RW 03, Cirebon. telp. (0231) 222185. Penanggung Jawab: Ustadz Muhammad Umar As-Sewed; Redaksi: Muhammad Sholehuddin, Dedi Supriyadi, Eri Ziyad; Sekretaris: Ahmad Fauzan; Sirkulasi: Arief Subekti, Agus Rudiyanto, Zaenal Arifin; Keuangan: Kusnendi. Pemesanan hubungi: Arif Subekti telp. (0231) 481215.)

http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=733